Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (117): Melek Huruf

Kompas.com - 14/01/2009, 08:19 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

Penderitaan di Karimabad yang membeku tidaklah sia-sia. Di sinilah Al menemukan jati dirinya yang selama ini ia cari. Di sinilah ia menemukan komunitas saudara-saudari seiman.

Al tak jadi pindah pemondokan. Semua pemondokan sama dinginnya, bahkan Hunza Darbar yang tarifnya 40 dolar per malam itu pun tak punya listrik dan pemanas. Tak ada pesawat ke Islamabad, karena cuaca buruk di musim dingin di daerah yang diapit gunung-gunung bertudung salju sungguh berbahaya bagi penerbangan.

Daripada berdiam diri di Karimabad, kami turun ke desa di kaki bukit. Namanya Ganesh, entah kenapa mirip nama dewa Hindu. Kalau di Karimabad penduduknya semua Ismaili, hanya beberapa ratus meter saja di desa Ganesh ini penduduknya penganut Syiah. Kakek Haider sebenarnya adalah penganut Syiah, tetapi Al terlanjur menganggapnya sebagai pemeluk Ismaili dan masih terpesona dalam kegembiraan hidup bersama komunitas orang-orang seiman. Biarlah, biar Al hidup dalam euforianya.

Dari Ganesh, kami naik kendaraan Suzuki sampai ke desa berikutnya, Aliabad. Di Pakistan, orang biasa menyebut kendaraan umum menurut merknya. Yang dimaksud Suzuki adalah mobil pickup ukuran kecil. Bagian belakangnya dikasih terpal, untuk tempat duduk penumpang. Kalau tidak cukup, penumpang pria sampai duduk di atap atau berdiri di luar, bergelantungan pada besi bak belakang. Penumpang perempuan duduk terpisah dari penumpang laki-laki, walaupun di tempat ini aturannya tak seketat di bagian lain Pakistan.

Kami mengunjungi sebuah organisasi sosial bernama Hunza Education Resources Project (HERP) yang kegiatannya memajukan pendidikan di lembah ini. Ada lebih dari empat ribu orang muridnya, dan ratusan gurunya.

Alex, seorang gadis Inggris, sudah 18 bulan menjadi sukarelawan di Hunza. Apa yang membuatnya memilih Pakistan?

          “Sebenarnya bukan saya yang memilih Pakistan, tetapi Pakistanlah yang memilih saya,” jawabnya seraya menjelaskan betapa serba kebetulannya ia sampai ke tempat ini.

Tetapi Alex tak bahagia. Ada rasa bosan terpancar di matanya yang sayu.

           “Bukankah ini tempat yang indah, penuh dengan orang-orang yang ramah bersahabat?” sanggah si Al.
           “Iya. Tetapi siapa yang kuat tinggal di sini? Sepi, dingin, terpencil. Turis suka datang ke sini, di musim panas, tetapi untuk jangka waktu pendek. Tinggal di sini bertahun-tahun saya rasa tak semua orang kuat,” Alex masih tersenyum berbagi suka dukanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com