Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toba, Teori Bencana dan Panorama Luar Biasa

Kompas.com - 27/02/2010, 03:26 WIB

Turis-turis Eropa seolah tak puas hanya menikmati Lake Como di Italia. Turis berkebangsaan Belanda, Nellie Tyssen, mengatakan, ”Di sini saya tak perlu khawatir kedinginan ketika di Eropa justru sedang musim dingin. Saya tak bosan tiap tahun datang ke sini.”

Hampir semua wilayah sekeliling danau punya panorama alam yang jadi tujuan wisata. Semua terbagi dalam tujuh kabupaten, yakni Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir. Umumnya wisatawan menikmati keelokan Danau Toba dari Parapat di Simalungun dan Tuktuk Siadong di Pulau Samosir.

Dari dataran tinggi Karo di sebelah utara, keelokan danau terlihat memanjang dipandang dari Sikodonkodon. Namun, hanya ada satu resor di sini. Di sisi barat, pemandangan danau dan Pulau Samosir dapat dengan sempurna disaksikan dari Tele. Ada gardu pandang di ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut.

Di Parapat, sedikitnya ada 900 kamar hotel berbagai jenis, mulai dari bintang empat hingga homestay, di Tuktuk juga tak berbeda. Baik di Parapat maupun Tuktuk, wisatawan dapat langsung menikmati danau dari pinggirannya. Tarif hotel di Tuktuk dan Parapat bervariasi, sesuai tipikal turis yang datang. Mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 500.000 per malam tergantung tipe hotel.

”Kami menawarkan harga berkisar Rp 30.000 hingga Rp 70.000 per malam untuk kamar yang bersih, air panas, dan suasana yang hommy bagi turis backpacker. Mereka sangat menyukai suasana rumahan yang kami tawarkan,” kata Bulan Sitepu, pengelola Liberta Homestay di Tuktuk.

Hantaman krisis ekonomi tahun 1997 membuat pariwisata di Danau Toba meredup. Tak ada lagi penerbangan langsung dari Eropa ke Medan. Jumlah turis asing menyusut drastis. Sejak krisis, Tuktuk seperti kota mati.

Perlahan, seiring membaiknya perekonomian dalam negeri, turis domestik menjadi penopang pariwisata Danau Toba. Turis dari negara tetangga, Malaysia dan Singapura, pun makin banyak yang datang karena relatif lebih dekat.

Perjalanan darat ke Parapat memakan waktu empat sampai lima jam dari Medan. Tersedia bus atau travel yang langsung menuju Parapat. Rutenya melewati Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan belok ke arah Pematang Siantar. Sepanjang perjalanan, kita disuguhi panorama perkebunan kelapa sawit dan karet.

Apabila menggunakan kereta api, dari Medan pilih rute menuju Pematang Siantar. Dari sini perjalanan dilanjutkan menggunakan bus ke Parapat. Waktu tempuhnya satu jam. Saat turis asing masih ramai berkunjung ke Danau Toba, dari Pematang Siantar mereka naik becak bermesin sepeda motor BSA, kendaraan sisa Perang Dunia II yang kini dijadikan becak mesin.

Kita mulai menikmati suasana budaya Batak begitu sampai Pematang Siantar. Warganya berbicara dalam bahasa Batak Toba atau Batak Simalungun. Etnis Batak secara kultural menjadikan Danau Toba sebagai ”rumah” dan pusat mitologi. Orang Batak percaya, situs Batu Hobon di Pulau Samosir dan Pusuk Buhit, bukit batu tertinggi di pulau ini, menjadi tempat nenek moyang mereka turun ke bumi.

Tak hanya keindahan panorama alam yang menjadi sumber penghidupan penduduk dari sektor wisata. Air danau juga cocok untuk budidaya ikan nila. Ribuan keramba jaring apung tempat budidaya ikan nila menghidupi ribuan keluarga. Perusahaan asal Swiss memiliki 1.780 keramba ikan nila kualitas ekspor. Produksi ikan nila dari Danau Toba mencapai 50.000 ton setiap tahun. Separuh di antaranya diekspor dengan nilai hampir Rp 500 miliar.

Ternyata, bencana yang hampir memusnahkan ras manusia di bumi ini sekarang menjadi sumber penghidupan manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com