Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berwisata Pesisir dengan Kereta Api

Kompas.com - 21/11/2011, 21:37 WIB

Kegiatan apa saja yang terjadi selama perjalanan wisata kereta tersebut, penyelenggara festival tak menjelaskan. Gerbong KA pun lebih banyak diisi komunitas yang tidak mewakili kepentingan publik, kecuali Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita).

Idealnya, selama perjalanan ada pengantar wisatawan yang menjelaskan setiap stasiun yang dilintasi menyangkut sejarah, arsitektur, suasana zaman, tradisi, dan kesenian rakyat yang pernah tumbuh di sekitar stasiun.

Untuk wisatawan, akan lebih menarik apabila hal itu diperagakan, misalnya dengan sajian makanan lokal serta pertunjukan tradisi dan kesenian rakyat di setiap stasiun.

Pada masa lalu, Gondangdia, Cikini, Jatinegara, Kemayoran, dan Tanjung Priok punya sejarah, tradisi, dan kesenian sendiri meski berasal dari budaya yang sama, Betawi. Keroncong Kemayoran di Jakarta Pusat, misalnya, berbeda langgamnya dengan Keroncong Tugu di Jakarta Utara. Demikian pula jajan pasar di setiap stasiun, tradisi pernikahan, pawai, dan musik di wilayah yang berbeda.

Meski tergolong sepi pengunjung karena kurang sosialisasi, festival yang digelar di Stasiun Tanjung Priok patut dihargai.

Sayang, mereka yang mengunjungi stasiun ini belum bisa menelusuri semua ruang di stasiun.

Festival juga dimeriahkan penampilan Keroncong Tugu, gambang kromong, dan sejumlah kesenian Betawi lain. Selain penampilan kesenian Betawi, juga diselenggarakan lomba melukis dan terdapat stan-stan kerajinan.

Bagi Wali Kota Jakut Bambang Sugiono yang menggagas 12 destinasi wisata di Jakut, festival ini tentu saja membuatnya kian bersemangat merealisasikan ke-12 destinasi tersebut.

”Selain lewat KA, kami juga mulai menyediakan bus-bus wisata gratis meski belum rutin. Bus berangkat dari Kantor Pusat Informasi Wisata Pesisir, Jakut, di Pelabuhan Sunda Kelapa setiap Sabtu dan Minggu,” tuturnya saat dihubungi Minggu malam.

Ia bercita-cita, suatu saat, semua moda transportasi wisata di Jakut bisa terintegrasi. ”Terintegrasi dengan pilihan KA, kapal nelayan, bus, atau delman,” tuturnya. (WINDORO ADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com