Menyusuri Sungai Cisadane
Pak Akong membawa saya “tur” di Cisadane selama sepuluh menit. Baru menyusuri sebagian kecil dari Cisadane saja, sudah banyak hal baru yang bisa ditemukan. Dari atas sungai saya menyaksikan sekelumit kehidupan kampung bantaran Sungai Cisadane.
Dari atas perahu sederhana milik Pak Akong terdengar suara musik dan nyanyian dari gereja yang berada tidak jauh dari tepi sungai. Ada juga sekelompok anak yang berenang di tepi sungai. Padahal sungai begitu kotor dan tidak jauh dari posisi mereka berenang terdapat jamban. Seolah tidak memikirkan hal itu, mereka pun dengan riang bercanda dan tertawa.
Di sudut sungai yang lain terlihat seorang pemilik perahu sedang membetulkan kapalnya. Di sisi lain ada beberapa orang yang sedang memancing. Pak Akong bilang di sini memang terdapat beberapa ikan. Salah satunya gabus dan lele.
Tak terasa sepuluh menit pun berlalu. Matahari mulai meninggalkan peraduan dan langit pun mulai berkelir. Bias jingganya pun terpantul di atas air yang mengalir tenang. Seperti matahari, saya pun harus mengakhiri perjalanan singkat dengan Pak Akong dan perahunya. Sebuah wisata singkat dan berharga, penuh dengan perjalanan hidup.
Di luar kondisinya yang semakin menua, keinginan Cisadane tetap menjadi sumber penghidupan untuk segelintir orang yang bergantung padanya. Semoga majunya peradaban tak lantas memudarkan manfaat bagi umat manusia, Sungai Cisadane.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.