Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambon (Teruslah) Menyanyi...

Kompas.com - 22/10/2013, 08:29 WIB
MUSIK mulai mengalun di Par-C Cafe di Jalan Tulukabessy, Ambon, Maluku. Adalah Dalenz Utra (39) yang memulai pertunjukan malam itu. Sambil memainkan gitar, laki-laki berambut gimbal ala Bob Marley itu menyanyikan lagu daerah Kepulauan Aru, Maluku, Rarsamange.

Meski pengunjung yang kebanyakan berasal dari Ambon itu tak banyak yang tahu arti lirik lagu yang dinyanyikan Dalenz, mereka tetap menggerakkan tubuh, tangan, kaki, atau kepala mengikuti irama musik di ruangan seluas sekitar 60 meter persegi itu. Dalenz telah mengubah Rarsamange yang aslinya bertempo lambat jadi bergaya musik reggae, seperti irama musik lagu-lagu Bob Marley.

Setelah Dalenz, bergantian anak-anak muda yang ada di kafe itu tampil, bermusik dan bernyanyi. Lagu bergenre pop, hip-hop, dan rock silih berganti menghangatkan suasana kafe. Dan ketika pengunjung mengenal lagu yang dimainkan, mereka pun ikut berdendang.

Anak-anak muda itu seperti meneruskan kegemaran orangtua mereka bernyanyi dan bermusik. Bernyanyi dan bermusik memang telah menjadi bagian penting dari kultur masyarakat Ambon. Tak hanya di kafe, suara orang menyanyi terdengar di banyak tempat. Sejumlah hotel dan restoran menyediakan organ tunggal berikut pemain dan penyanyinya. Pengunjung pun bisa ikut menyanyi.

Di sejumlah warung kaki lima di tepi Pantai Losari, Ambon, pun terpasang peralatan karaoke. Tujuannya sama, agar pengunjung tetap bisa menyanyi. Pedagang yang tak memiliki peralatan karaoke menyetel lagu-lagu dengan volume keras untuk menarik pengunjung.

Tempat karaoke yang tersebar di Ambon pun hampir tak pernah sepi pengunjung. Bahkan setiap hari libur, sejumlah tempat buka 24 jam. Tak jarang, pengunjung rela antre.

Suara orang menyanyi juga sering terdengar dari rumah- rumah penduduk, terlebih saat ada pesta, seperti pesta ulang tahun dan pernikahan. Bisa sepanjang malam warga bergantian bernyanyi dan bermusik.

Di jalanan, tidak sedikit mobil yang memutar lagu dengan volume keras. Begitu pula sejumlah angkutan kota. ”Musik menjadi penyemangat kami saat bekerja,” ujar Salim (40), sopir angkutan kota di Ambon.

Dalam lagu dan musik yang mengiringinya, penduduk Ambon selalu larut dalam kegembiraan. Karena itu, hampir setiap kali konser musik digelar tidak pernah ada keributan antar-penonton.

Kegemaran bernyanyi itulah yang membuat banyak warga Ambon bersuara merdu. Saat konser musik dan penyanyi mengajak penonton bernyanyi, yang terdengar seperti paduan suara raksasa. Tak heran pula jika banyak penyanyi bersuara emas berasal dari Ambon.

Lagu-lagu pun banyak tercipta. Jenisnya beragam, mulai dari pop Ambon, pop dangdut, hip hop, reggae, bahkan hawaiian. Tema lagunya juga beragam. Pencipta lagu sebelum era 1990-an banyak terinspirasi dari pengalaman kehidupan sehari-hari, seperti kerinduan akan kampung halaman, kehidupan nelayan, atau kasih kepada mama. Kini, lagu-lagu sendu bernuansa cinta muda-mudi yang banyak tercipta.

”Pencipta lagu dulu idealis dan mementingkan estetika. Namun kini, pencipta lagu lebih memperhatikan kebutuhan pasar,” ujar Rence Alfons (46), salah satu seniman Ambon.

Selain sebagai hiburan, lagu dan bernyanyi besar perannya dalam merekatkan hubungan antarwarga. Di tengah konflik sosial pada 1999, warga dari kelompok yang bermusuhan sering diam-diam ke warung-warung kopi. Di sana, mereka karaoke bergantian. Nuansa permusuhan pun hilang.

”Di Warung Kopi Trikora, Ambon, yang berada di perbatasan kedua komunitas
yang saat itu bermusuhan, misalnya, warga dari kedua komunitas bertemu, menyanyi dan bergembira bersama, sekaligus menangis bersama, sedih karena konflik terjadi,” kata Rudi Fofid (49), warga Ambon.

Pascakonflik, menurut Edgard de Lima (54), seniman lainnya di Ambon, musik juga digunakan untuk merekatkan persaudaraan. Alat musik totobuang (gong kecil berjumlah 14 buah) yang identik dengan agama Kristen kerap dipadukan permainannya dengan rebana yang identik dengan Islam.

Antropolog dari Universitas Pattimura, Ambon, Prof Dr Mus Huliselan, mengatakan, kebiasaan menyanyi orang Ambon ada sejak sebelum bangsa- bangsa Eropa, seperti Portugis dan Belanda, menguasai Ambon. ”Orang-orang tua menyampaikan pesan atau mengekspresikan perasaan dengan menyanyi. Nyanyian rakyat atau disebut kapata yang masih ada di beberapa desa menjadi bukti kebiasaan menyanyi itu sudah lama ada,” ujarnya.

Musik yang mengiringi saat itu hanya tifa, suling, dan gong. Ketika bangsa-bangsa Eropa masuk, budaya bernyanyi dan bermusik masyarakat Ambon berkembang kian pesat. Bangsa-bangsa Eropa mengenalkan alat musik yang lebih beragam.

Tak hanya menyampaikan pesan dan ekspresi perasaan, nyanyian berfungsi sebagai alat perekat sosial. Dalam syair lagu yang tercipta, nilai-nilai persaudaraan, kekerabatan atau kecintaan pada Ambon bahkan mama, tertuang. ”Makanya sangat positif jika lagu-lagu itu sering diputar untuk mencegah konflik di Maluku tahun 1999 terulang,” kata Mus.

Maka tak salah jika pada 2011, Pemprov Maluku bersama Pemkot Ambon mencanangkan Ambon menjadi Kota Musik. Sebuah tulisan besar ”Ambon City of Music” pun dipasang di pesisir Teluk Ambon.

Namun sayang, implementasi program itu belum banyak terlihat. Belum banyak pertunjukan musik di Ambon. Industri musik pun masih sangat bergantung pada industri musik di Jakarta. Ketiadaan sekolah musik di Ambon menegaskan Ambon Kota Musik masih sebatas slogan.

Jadilah suara-suara merdu dari Ambon itu hanya menggema di pulau yang tersebar di Maluku. Suara-suara emas itu pun sulit menembus pentas nasional dan internasional. (A Ponco Anggoro/Gregorius M Finesso/M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Jalan Jalan
Nekat Sulut 'Flare' atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Nekat Sulut "Flare" atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Travel Update
Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Jalan Jalan
Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Travel Update
Pendaki Penyulut 'Flare' di Gunung Andong Terancam Di-'blacklist' Seumur Hidup

Pendaki Penyulut "Flare" di Gunung Andong Terancam Di-"blacklist" Seumur Hidup

Travel Update
10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com