Sumba kain atau berarti juga kain Sumba merujuk pada hinggi, yaitu busana adat lelaki Sumba Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hinggi berbentuk lembaran empat persegi panjang dengan ukuran sisi terpanjang sekitar 250 sentimeter dan sisi terpendek 80-150 sentimeter.
Di Sumba Timur, sentra kain Sumba terdapat di sejumlah pesisir utara dan timur laut, yaitu di Kanatang, Kambera, Rindi, Umalulu, dan Mangili. Sementara di Sumba Barat, sentra kain Sumba, antara lain, terdapat di Kodi, yang tepatnya berada di Sumba bagian barat daya.
Apabila dahulu kain Sumba hanya dikerjakan kaum perempuan, saat ini banyak pula kaum lelaki yang terlibat dalam pembuatan kain Sumba.
Hal ini karena manfaat ekonomi dari kain Sumba yang semakin menguat. Pembuatan kain Sumba tidak sekadar menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Sumba, tetapi telah menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat di daerah tersebut.
Namun, seperti halnya persoalan di banyak tempat di Tanah Air, tidak banyak anak muda yang tertarik belajar membuat kain Sumba. Panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk membuat kain Sumba sulit dipenuhi anak-anak muda yang pada masa kini memiliki banyak tuntutan dalam hidup. Salah satunya adalah tuntutan untuk bersekolah.
Perajin kain Sumba dari Desa Rende, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, Rambu Margaretha, mengatakan, saat ini pembuatan kain Sumba lebih banyak dilakukan orang dewasa. Saat ini bahkan banyak orang tua berusia di atas 70 tahun yang meneruskan tradisi menenun kain di Sumba.
”Orang-orang tua itu membuat kain Sumba tanpa perlu menggambar atau membuat sketsanya lebih dulu. Motif atau coraknya langsung dibuat pada saat menenun dengan cara diikat. Sekarang banyak yang tidak bisa seperti itu. Motif atau corak kain harus digambar lebih dahulu di atas kain, baru kemudian diikat,” tutur Rambu.
Proses pembuatan kain Sumba, dikatakan Rambu, memakan waktu cukup lama, tergantung dari kerumitan motifnya. Salah satu kain Sumba yang memiliki tingkat kesulitan tinggi adalah kain Sumba yang motifnya mirip kain patola dari India. ”Terlalu banyak yang diikat,” kata Rambu.
Harga kain Sumba juga dibedakan menurut jenis pewarna yang digunakan. Untuk kain Sumba yang menggunakan pewarna sintetis, dikerjakan selama 5-6 bulan, harganya Rp 500.000-Rp 1 juta. Sementara kain Sumba yang menggunakan pewarna alami, dikerjakan selama 8 bulan-2 tahun, harganya jauh lebih mahal dari kain Sumba dengan pewarna sintetis.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.