Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asrida Elisabeth, Mendokumentasikan Papua dengan Mata Hati

Kompas.com - 13/03/2015, 10:52 WIB

DIMULAI dari jalan-jalan sampai jatuh cinta dengan tanah Papua. Itulah yang dialami Asrida Elisabeth yang pertama kali menginjakkan Bumi Cenderawasih untuk menjadi pekerja sosial. Setelah empat tahun berada di tengah masyarakat Papua, Asrida merasa masih banyak yang harus dilakukannya.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Papua, Asrida tak pernah membayangkan akan tinggal lama di pulau burung cenderawasih ini. Setelah lulus dari Jurusan Statistik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali, tahun 2011, perempuan kelahiran Kampung Nanga, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, ini pergi ke Keerom, Papua. Dengan diantar sang kakak, dia berniat membantu Yohanes Djonga Pr, aktivis hak asasi manusia yang akrab disapa Pater John.

”Selama kuliah, saya sama sekali enggak tahu Papua. Untuk itulah saya pilih ikut Pater John yang sudah lama berada di Papua,” kata Asrida.

Saat itu, pihak keluarga mempertanyakan langkah Asrida yang lebih memilih kerja sosial daripada melamar menjadi calon pegawai negeri sipil. Meski begitu, dia tetap memilih untuk berkeliling Papua membantu Pater John mendokumentasikan kehidupan dan semua masalah yang dihadapi masyarakat Papua.

”Ke mana saja Pater John pergi, saya ikut. Karena sering jalan dengan Pater, sudut pandang saya jadi seperti Pater, melihat masyarakat Papua sebagai korban. Tugas saya dokumentasi, mencatat, mengantar tamu, kebanyakan wartawan,” ujar Asrida.

Selama menjadi pekerja sosial, Asrida telah melihat beragam masalah yang melilit masyarakat Papua, mulai dari kepemilikan tanah, pendidikan, kesehatan, sampai konflik antara masyarakat dan militer. Seiring berjalannya waktu, anak seorang guru di Flores, NTT, ini memilih menekuni permasalahan perempuan.

Salah satu pengalaman yang paling berkesan ketika mengunjungi Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo, Papua, tahun 2013. Dengan pesawat kecil, dia bersama Pater John dan lima orang lainnya merayakan Paskah sekaligus menggali informasi dari masyarakat daerah otonom baru yang diresmikan akhir tahun 2003.

”Saat turun dari pesawat, kami melihat seorang anak perempuan dengan perut buncit dibopong ke bandara di atas bukit. Mereka menunggu pesawat yang akan mengangkut ke rumah sakit di kota. Permukiman penduduk itu sangat jauh dari pusat pelayanan,” ujar Asrida.

Rombongan juga berkunjung ke sekolah yang salah satu temboknya terpasang gambar mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. Hanya satu guru yang lulusan SMA yang mengajar untuk semua kelas. Sementara di bangunan puskesmas, rumput-rumput semakin tinggi, tak terlihat satu orang pun. ”Sedihnya, masyarakat menerima saja yang mereka alami. Mereka menyerah dan semua pelayanan pendidikan dan kesehatan yang tak memadai itu menjadi hal biasa,” katanya.

Membuat film

Tahun 2013, Asrida memilih tinggal di Kabupaten Wamena, Papua. Semakin lama berada di tengah masyarakat, kepekaan Asrida terhadap kehidupan perempuan Papua semakin terasah. Apalagi, setiap kali berkeliling dengan Pater John, dia selalu mendokumentasikan semua kegiatan masyarakat Papua sehingga dirinya pun merasa dekat sekali dengan Papua.

Hobinya dalam mendokumentasikan gambar dan video membuat Asrida bergabung dengan komunitas Papuan Voices yang membuat banyak sekali film pendek mengenai kehidupan masyarakat Papua. Beberapa kali dia terlibat dalam pembuatan film dokumenter.

Suatu saat, Asrida mengamati suasana Pasar Jimbana, Wamena. Tak sadar, pandangannya jatuh pada seorang mama yang datang dari Kampung Huguma, Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo. Mama Halusina memang tinggal di Yahukimo, tetapi perjalanan ke Wamena untuk menjual hasil pertaniannya lebih mudah jika berjalan ke Wamena. Rasa penasaran yang besar membuat Asrida mengikuti Halusina sampai ke rumahnya. Tak hanya sekali, kesempatan itu dilakukan beberapa kali.

KOMPAS/SUSIE BERINDRA Asrida Elisabeth, mendokumentasikan Papua dengan mata hati.

Beberapa waktu kemudian, Asrida melihat lowongan Project Change 2013 yang diselenggarakan Kalyana Shira Foundation. ”Saya iseng saja mengirimkan cerita Mama Halusina ke Project Change. Sama sekali enggak menyangka, akhirnya ide cerita saya diterima Kalyana Shira,” katanya.

Project Change merupakan pelatihan untuk pembuat film muda yang mengangkat isu kesetaraan jender, baik fiksi maupun dokumenter. Kegiatan ini diprakarsai sutradara Nia Dinata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Travel Update
Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Travel Tips
BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

Travel Update
Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com