Bagi seorang pemusik, Pulau Flores juga terkenal dengan keunikan-keunikan musik tradisionalnya. Seperti di Kampung Wajo, Kabupaten Nagekeo, ada musik Ndoto sedangkan di wilayah Manggarai Raya, Flores Barat ada Mbata.
Mbata adalah musik tradisional yang mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur kepada sang "Mori Keraeng" (Tuhan Pencipta), kepada alam dan leluhur. Orang Manggarai menyebut Sang Pencipta dengan sebutan "Mori Jari Agu Dedek". Artinya melalui tangan Tuhan mencipta manusia dan alam semesta.
Lantunan lagu-lagu daerah yang mengungkapkan rasa syukur atas berkat dari Sang Pencipta dan perlindungan dari leluhur terhadap hasil panen padi, jagung dan berbagai hasil bumi lainnya. Masing-masing suku dan sub suku di wilayah Manggarai Timur, Manggarai Barat dan Manggarai melaksanakan upacara Penti dengan cara berbeda-beda. Ada yang dilaksanakan pada akhir Desember jelang tahun baru. Ada juga yang melaksanakan pada bulan Juli dan Agustus setiap tahun. Upacara Penti harus dilaksanakan setiap tahun oleh warga di satu kampung dari berbagai Suku dan sub suku. Namun, pada upacara Penti itu musik yang dibawakan adalah Mbata.
Mbata dinyanyikan sambil duduk dalam lingkaran atau membentuk barisan. Mbata dinyanyikan dengan diiringi pukulan gong dan gendang yang lembut. Pemain gendang dan gong bisa berada di dalam lingkaran maupun berada di luar lingkaran sambil menabuh dan memukul gong dipadukan dengan nyanyian-nyanyian yang sesuaide ngan nyanyian di dalam lingkaran.
Musik Mbata merupakan warisan nenek moyang masyarakat Manggarai Raya yang terus dipentaskan dalam berbagai upacara adat dan upacara-upacara yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Seperti tahun ini, peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 dipentaskan musik Mbata dari siswa dan siswi Sekolah Menengah Kejuruan Kota Komba, Kecamatan Kota Komba serta siswa dan siswi dari Sekolah Dasar Katolik Sita di Kecamatan Ranamese.
Apa keunikan usik Mbata ini? Kita yang menyaksikan merdunya suara itu ikut larut dalam kesejukan lagu-lagu yang berdialek lokal dengan kekhasan masing-masing. Bahkan, kita juga ikut terlibat dalam lingkaran saat musik itu dipentaskan. Selain itu, pemain musik Mbata memakai pakaian adat khas Manggarai Raya seperti kain songke, baju putih dan memakai destar di kepala. Sementara kaum perempuan memakai kain songke, baju kebaya ditambah dengan selendang.
Selama ini musik ini dipentaskan di tingkat kampung dan beberapa festival di tingkat kabupaten yang ada di Flores Barat. Dan juga dilaksanakan pada upacara-upacara adat seperti Penti, pentahbisan Imam dan beberapa upacara adat lainnya.
Perempuan dan laki laki bisa bergabung dalam satu lingkaran asalkan tetap menjaga sopan santun. Sanda menari dalam bentuk lingkaran secara berdiri. Beriringan dengan entakan kaki ke kanan dan kiri sambil menyanyikan lagu-lagu berdialek lokal.
Danding dipimpin oleh seorang yang disebut Nggejang yang berdiri di tengah lingkaran untuk mengatur irama gerakan, entakan kaki dan memulai sebuah syair dengan menggunakan gemerincing. Dibanding Sanda, Danding dinyanyikan dengan irama yang lebih cepat, lebih hidup dan bersemangat. Danding dinyanyikan tanpa diiringi alat musik seperti gong atau gendang.