Pertengahan 2013, beberapa kelompok tani terbentuk lalu ikut belajar budidaya kopi yang baik mulai dari tanam hingga panen di Sekolah Lapang Kopi Dolok Sanggul. Jimmy yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU) bersama beberapa mitra menjadi pelopor sekolah ini. Hasilnya cukup menggembirakan, banyak petani kopi melawan budaya lama. Tunas-tunas kopi tumbuh kegirangan sebab cabang-cabang tua dan berbenalu di pangkas.
Untuk menambah kapasitas dan pendapatan petani, lewat Koperasi Hutan Mas, dia membeli kopi-kopi para anggota dengan harga lebih mahal dari pasar. Lalu membawa gabahnya ke Kota Medan, tempatnya berdomisili. Di Jalan Mawar Nomor 89, Simpang Selayang Medan, kopi diolah menjadi bubuk atau greenbean sesuai permintaan konsumen dengan merek dagang Kopi Tao.
Dia memasaknya air di teko kecil berwarna merah. "Kopi itu bagusnya kalau airnya baru mendidih, bukan dari dispenser. Itu air cuma buat kopi instan, di sini tak laku kopi sampah itu," katanya dengan mimik serius.
Saya memang penyuka kopi, tapi kalau membedakan mana kopi baik, bagus atau enak, agak kurang bisa. Mungkin indra pengecap saya kurang bagus atau saya sudah mati rasa, he-he... Saya hanya tahu dan mau, kopi hitam yang kental. Makanya saya paling suka kopi ala espresso double. Begitu saya duduk, pramusaji sudah tahu apa yang akan saya pesan. Nah ini, ditantang untuk menikmati kopi lain yang katanya bagus.