Koningsplein beken pada awal abad ke-19 untuk menyebut kawasan yang sekarang merupakan kawasan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Koningsplein berada di pinggiran Kota Batavia zaman dulu.
Banyak rumah tinggal berikut lapangan yang luas di lokasi ini. Sejarawan Adolf Heuken mencatat, sampai akhir abad ke-19, rumah tinggal elite masih mendominasi kawasan ini ketimbang gedung perkantoran.
Salah satu jejak rumah elite itu yang bisa menjadi tempat tujuan wisata adalah Balai Kota Jakarta. Kantor Gubernur DKI Jakarta ini merupakan bekas rumah sekaligus kantor bagi Residen van West Java atau kira-kira setingkat gubernur saat ini.
Bangunan gaya klasisisme dengan unsur gaya pesisir masih lestari di Balai Kota Jakarta. Pilar-pilar besar dan ruangan yang tinggi menjadi ciri khas bangunan era kolonial tersebut.
Sebelum beranjak masuk ke dalam bangunan, sempatkan duduk-duduk di pendapa Balai Kota. Di hari kerja, pendapa ini menjadi tempat tunggu para tamu gubernur. Namun, di akhir pekan, pendapa ini dibuka untuk umum sebagai lokasi wisata.
Ruangan selanjutnya berupa ruang tunggu tamu dinas Gubernur. Terdapat sejumlah meja-kursi. Ada pula cermin besar yang dipasang di salah satu dinding. Setelah ruang tunggu tamu, ada pintu besar yang mengarah ke ruang kerja Gubernur. Namun, ruang kerja ini tak bisa dimasuki wisatawan.
Di samping ruang kerja, ada ruang tamu. Sesuai namanya, ruangan ini menjadi tempat gubernur menemui tamu-tamunya. Setelah itu, ada ruang yang diisi foto-foto para Gubernur DKI Jakarta dari masa ke masa.
Sebuah ruangan besar bernama balairung ada di tengah bangunan ini. Sejumlah kegiatan dan konferensi pers kerap digelar di ruangan itu. Foto-foto kegiatan pembangunan juga dipampang di ruangan ini.
Balairung merupakan batas bangunan lawas. Tangga menuju Balai Agung merupakan tambahan. Balai Agung berfungsi menjadi tempat pertemuan dan kegiatan pemerintahan.
Bioskop
Sejak dua pekan terakhir, Balai Agung difungsikan juga sebagai ”bioskop”. Akhir pekan ini, pengunjung akan dihibur dengan film Get Married.
Film mulai diputar pukul 13.00 sampai selesai. Setiap Sabtu dan Minggu dalam satu pekan diadakan satu kali pemutaran dengan film yang sama.
Pengelola wisata Balai Kota juga menampilkan standing figure atau poster foto sesuai ukuran asli dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ini untuk ”mengobati” kekecewaan pengunjung yang tak bisa berfoto bersama Basuki saat berwisata di Balai Kota.
Basuki telah meminta Biro Umum membuat standing figure semua mantan Gubernur DKI, begitu juga standing figure Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Apabila poster ini tersedia, pengunjung bisa berpose dengan para kepala daerah Jakarta.
Tugu Monas
Tepat di depan Balai Kota Jakarta terdapat lapangan Monas dengan daya tarik utama Tugu Monas di tengahnya. Tugu itu dibangun pada 1961 untuk mengenang jasa pejuang dalam merebut kemerdekaan RI.
Tempat wisata andalan sekaligus ikon Jakarta ini memiliki ruang museum sejarah dengan 51 jendela peragaan atau diorama. Diorama ini menggambarkan sejarah Jakarta dan proses perjuangan kemerdekaan RI. Selain itu, ada pula ruang kemerdekaan yang secara periodik memutar rekaman suara dan pelataran puncak.
Di puncak tugu terdapat lidah api yang terbuat dari perunggu dan disepuh emas sebagai simbol semangat perjuangan yang tak kunjung padam. Sebuah lift mengantarkan pengunjung ke pelataran puncak. Dari sana, pemandangan Jakarta dari ketinggian 115 meter menjadi pengalaman tak terlupakan.
Di sisi barat Tugu Monas, tepatnya di Jalan Medan Merdeka Barat, terdapat Museum Nasional. Museum ini juga dikenal dengan sebutan Museum Gajah lantaran ada patung gajah pemberian Raja Thailand Chulalongkorn yang dipasang di taman depan museum.
Heuken menyebutkan, lokasi Museum Nasional saat ini berdiri di atas tanah bekas kandang kuda Klub Pacuan Kuda Bataviaasch Raceclub. Museum dibangun dan dibuka untuk umum pada pertengahan abad ke-19. Sejumlah benda bersejarah tersimpan di museum ini mulai dari aneka patung, kain, hingga gerabah.
Di depan museum ini, kita bisa menunggu bus tingkat wisata Mpok Siti yang disediakan gratis oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan bus ini pula kita bisa berkeliling kawasan Koningsplein, termasuk sampai ke depan rumah dinas burgemeester (wali kota) yang kini menjadi Balai Kota Jakarta. (Agnes Rita Sulistyawaty/Fransisca Romana Ninik)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Oktober 2015, di halaman 27 dengan judul "Wisata di Jejak Sejarah Koningsplein".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.