Seorang pria berambut gondrong dengan mata bercelak mempersilakan masuk seraya menawarkan teh panas. ”Sedinar saja,” katanya. Satu dinar hampir setara dengan euro, atau saat itu sekitar Rp 17.000.
Jam menunjukkan pukul 15.30. Sambil menyeruput teh manis panas dari gelas mungil, kami bertukar cerita. Tentu kami dari media lebih banyak mendengar dan bertanya.
Ahed, pria itu, dengan bahasa Inggris yang cukup baik sempat memperlihatkan celak mata yang digunakannya. ”Ini bagus karena asli, tidak terhapus selama tiga hari,” katanya sambil memperlihatkan bubuk berwarna hitam tersebut.
Menurut dia, celak mata dari tumbuhan itu bagus buat menjernihkan mata. ”Tapi, saat memakai pertama kali pedas rasanya,” ungkap Ahed.
Semilir angin dan suasana sunyi membuat kami tak ingin buru-buru pergi. Sepupu Ahed yang bernama Muhammed menawarkan mengisi lagi gelas yang sudah kosong.
Ahed menahan kami untuk menunggu matahari terbenam. ”Akan kelihatan indah sekali dari sini,” katanya.
Tentu tawaran ini tidak kami sambut karena sudah membayangkan waktu yang harus ditempuh untuk kembali nanti. ”Mungkin lain waktu,” kata kami. Ahed sempat meminta alamat Facebook dan minta dikirim hasil foto kami di pondoknya. (RETNO BINTARTI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.