”Luwak di sini bebas makannya. Harus bebas. Makan ayam makan buah. Beda rasanya kalau di kandang, makanan teratur. Biji kopi yang merah itu yang diambil,” kata Wayan Madra.
Pada puncak musim petik buah kopi yang berlangsung pada Mei hingga Juli, truk-truk pengangkut kopi dengan pelat nomor dari Pulau Jawa berseliweran di dataran tinggi Kintamani.
Dua tahun terakhir, kopi arabika menjadi primadona dengan sedikit aroma asam dan rasa kopinya yang pahit ringan. Uniknya, kopi arabika panenan dari Pulau Dewata ini banyak yang kemudian diekspor dengan nama kopi Bali, tetapi tak sedikit yang diberi label kopi gayo Aceh.
Bekerja sama dengan delapan kepala petani yang membawahi puluhan petani kopi di Bali, Agus Triono (50), pemasok kopi untuk wilayah Jawa Timur dan Bali, rutin memborong kopi arabika dari petani.