Berdasarkan pantauan Kompas, hingga Jumat (5/2/2016), tidak ada sosialisasi dalam bentuk spanduk atau baliho pada sejumlah tempat umum seperti kantor pemerintah, sekolah, Bandara Buli, dan pasar.
Begitu pula wilayah padat penduduk, seperti perkampungan Buli dan Maba yang menjadi pusat ibu kota kabupaten. Sejumlah warga juga tidak mengetahui adanya peristiwa alam itu.
Padahal, Maba akan dikunjungi lebih dari 200 tamu dari dalam negeri dan mancanegara, baik wisatawan maupun peneliti, untuk menyaksikan fenomena alam itu.
Maba merupakan daratan terakhir yang dilintasi GMT dengan durasi total lebih kurang 3 menit 20 detik. Itu menjadi waktu terlama GMT di darat.
Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Halmahera Timur Stephanus Tongo menuturkan, belum ada pertemuan untuk membicarakan tentang persiapan acara menjelang GMT.
Mereka baru mengetahui informasi itu, Januari lalu, setelah ada tim dari pemerintah pusat yang datang menyurvei lokasi pemantauan. Ada dua lokasi pemantauan, yakni di Maba dan Buli.
Sejumlah wisatawan dan peneliti asing dari Perancis, Belanda, dan Inggris sudah mengonfirmasi kehadiran mereka. ”Belum ada persiapan karena terkendala anggaran,” kata Tongo.
Muhibu Mandar (34), tokoh pemuda setempat, menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan masa bodoh dengan adanya momentum tersebut. Masyarakat seharusnya disiapkan untuk memanfaatkan kedatangan para wisatawan.
Kegiatan yang bisa dilakukan adalah memperkenalkan budaya, potensi wisata alam, dan produk kreatif.
”Merancang kegiatan seperti itu tidak sulit. Yang sulit ialah pemerintah mau atau tidak,” katanya. (Frans Pati Herin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.