Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cermin Berjuta Wajah di Pekalongan

Kompas.com - 23/06/2016, 07:33 WIB

Etnis keturunan Arab banyak membuka toko di sini, mulai dari toko batik sampai kebutuhan peribadatan. Pagi itu kami menyaksikan beberapa toko mulai buka.

”Kampung Arab ini pada tahun 1950 dikenal sebagai pasar batik yang sangat maju. Komoditasnya berupa bahan baku batik, tenun, dan tekstil lainnya, seperti kain mori dan benang. Harga kain mori di sini bahkan dijadikan patokan harga nasional,” kata Dirhamsyah yang juga Sekretaris Pekalongan Heritage.

Pasar batik akan ramai setiap sore di sepanjang Jalan Surabaya dan Jalan Semarang di kawasan Kampung Arab. Para pedagang dari berbagai daerah berdatangan untuk berdagang di sini sehingga tumbuh hotel dan penginapan. Namun, yang tersisa kini, beberapa toko yang menjual perlengkapan haji dan toko batik.

Perubahan angin politik membuat pasar batik hancur sama seperti nasib batik pada waktu itu. Pemerintahan Orde Baru yang lebih memilih dukungan terhadap investasi dan perusahaan besar sekaligus mencabut proteksi terhadap usaha kecil menengah saat itu, membuat usaha batik para perajin hancur.

Selain bangunan-bangunan, jejak percampuran budaya juga tertinggal lewat kuliner setempat. Soto tauto adalah contoh kuliner peranakan, sedangkan nasi kebuli yang banyak ditemui di Pekalongan tentu saja hasil tinggalan kuliner pengaruh Timur Tengah.

Beberapa rumah makan yang menyajikan nasi kebuli bisa kita temui di kawasan Kampung Arab. Salah satu warung di ujung Jalan Surabaya dari arah Masjid Wakaf juga menjual bumbu-bumbu siap pakai untuk nasi kebuli, gulai, dan opor.

Pekalongan sebagai kota kecil yang dinamis juga menunjukkan progresivitasnya dalam merespons perkembangan. Hotel mewah bintang tiga dan empat tumbuh subur menampung tamu-tamu yang hendak berbisnis atau melancong. Biro travel dan wisata mulai muncul mempermudah pelancong menikmati kota.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Berbagai suasana dan kegiatan di Pekalongan, Jawa Tengah.
Salah satu agenda kota yang ditunggu adalah Kirab Budaya saat hari ulang tahun Kota Pekalongan. Seperti pagi itu, ribuan warga berkumpul di alun-alun menyaksikan rombongan kirab memamerkan beragam hasil bumi dan kreasi seni.

Puncak acara berupa pembagian tumpeng raksasa yang berisi nasi bungkus, buah, dan berbagai hasil bumi. Warga yang berkumpul sejak pagi tak sabar lagi menunggu komando. Saat pendoa belum merampungkan doanya, mereka berebut tumpeng dengan kalap.

”Sabar-sabar. Jangan berebut. Semua kebagian,” teriak Wali Kota Pekalongan Achmad Alf Arslan Djunaid menenangkan warga yang sebagian besar jelata. Namun, imbauannya tak dihiraukan. Acara ini menunjukkan wajah lain Pekalongan: kemiskinan. (SRI REJEKI & MOHAMAD HILMI FAIQ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com