Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keris Lombok, Pusaka Kerajaan Tanpa Empu

Kompas.com - 23/10/2016, 19:14 WIB

KERIS di Pulau Lombok dan Sumbawa jumlahnya banyak. Mau bentuk dan gaya apa saja bisa ditemukan di sini,” ujar Syafari Habibi, penasihat Selaparang-Mandalika Keris, komunitas pencinta keris di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Contohnya, anggota paguyuban yang berjumlah 50 orang rata-rata memiliki 50-100 keris, malah ada di antaranya yang memiliki 300 keris. "Jumlah itu baru sebagian dari total keris yang masih disimpan masyarakat. Belum terhitung keris yang berpindah tangan dari pemiliknya di Lombok ke kolektor dalam dan luar negeri,” ujar Habibi.

Namun, bagaimana sejarah dan asal-usul keris, apakah datang dari daerah lain, adakah empu si pembuat keris di NTB, belum ada dokumentasi tertulis sebagai rujukan. Apakah keriskeris itu pusaka tanpa empu?

Dalam buku Bentuk dan Gaya Keris Nusa Tenggara Barat terbitan Museum Negeri NTB dikatakan, gaya keris Lombok mirip gaya keris Bali. Gaya keris Samawa (etnis Samawa di Kabupaten Sumbawa) dan etnis Mbojo (Dompu dan Bima) mirip gaya keris Bugis Makassar, Sulawesi Selatan.

Gaya keris yang berbeda itu dinilai sebagai dua lintasan yang dilalui budaya keris masuk ke NTB. Dari utara melalui Bugis Makassar ke Pulau Sumbawa, sementara dari barat masuk melalui Bali ke Lombok. Itu kemungkinan berlangsung setelah era keruntuhan Majapahit (abad XV) sehingga Lombok dan Sumbawa menjadi ajang perebutan kekuasaan kerajaan.

Banyaknya keris yang ditemukan di Lombok mungkin peninggalan prajurit zaman rebutan pengaruh kekuasaan lalu disimpan dan dirawat pemiliknya.

Keris-keris yang semula menjadi alat peperangan itu berakulturasi dengan budaya lokal, seperti pelengkap busana adat perkawinan dan lainnya.

Istilah selep/nyelep dan sikep/nyikep (bahasa Sasak) atau menyelipkan keris pada pinggang adalah bukti bahwa keris tidak asing bagi seluruh lapisan masyarakat.

Satu petunjuk, keris yang ditemukan di Lombok panjangnya 58-71 sentimeter (cm), sementara keris yang ditemukan di Sumbawa panjangnya 34-51 cm.

Berbeda dengan keris Jawa yang panjangnya 49-51 cm. Istilah ganja, pesi, pejetan, pamor, dan dhapur pada keris Jawa sama dengan keris Lombok meski sebutannya menggunakan bahasa lokal, Sasak.

Pamor (motif pada bilah keris) beras tumpah (Sasak), misalnya, sinonim dari wos wutah (Jawa), pamor aik ngelek atau banyu mili.

Habibi mengatakan, tidak ada empu keris di Lombok karena penguasa saat itu mungkin mendatangkan empu dari luar Lombok. Ketika empu meninggal, belum sempat menurunkan ilmunya. ”Yang jelas keris di Lombok menunjuk pakem (bilah) Bali-Lombok atau Lombok-Bali,” katanya.

Lepas dari semua itu, kata M Ubaidillah atau Mamed, kolektor keris di Mataram, keris menjadi pusaka yang harus dilestarikan mengingat Lombok adalah ”gudang” keris yang banyak diburu pembeli dalam dan luar negeri.

Perburuan keris itu terjadi pada 1950-an. Itu diketahuinya saat mengikuti pameran keris di Bali pada 2012. Seorang wisatawan asal Belgia menunjukkan sebilah keris yang dibelinya tahun 1959 di Lombok.

Keyakinan Mamed bertambah saat menemukan tidak sedikit keris asal Lombok dalam pameran di Jakarta dan Bali. Berpindah-tangannya kepemilikan keris itu diduga ketika boom keris tahun 1970-an. Saat itu para penjual membawa berkarung-karung keris untuk dijual ke Mataram.

Keris yang ditawarkan dengan harga murah, kata Willy Ahya, perajin aksesori keris di Mataram, berasal dari NTB dan Pulau Flores.

Esoteris

Keris agaknya tidak sekadar dilihat dari sisi isoteris (punya ”isi”, nilai magis, dan lain-lain), tetapi juga sisi esoteris atau yang tampak pada keris seperti keutuhan, bentuk bilah, pamor (motif), dan luk (jumlah lekukan pada bilah).

KOMPAS/KHAERUL ANWAR Anggota Selaparang-Mandalika, komunitas pencinta keris di Mataram, Nusa Tenggara Barat, aktif menggelar pameran di sejumlah daerah, termasuk di Mataram. Pada 15-17 September 2016 lalu, mereka memamerkan koleksi keris mereka di Museum Negeri NTB.
Perkembangan itu seakan pembuka jalan bagi para pencinta keris untuk berburu keris guna dikoleksi, dijual, atau dipermak dulu warangka dan handle-nya agar menjadi lebih artistik sehingga meningkatkan nilainya.

Tidak jarang dalam perburuan itu ditemukan keris-keris langka. Mamed, misalnya, memiliki satu koleksi keris yang panjang bilahnya 48 cm dengan pamor kulit semangka, warangkanya terbuat dari kayu borok berornamen mirip lingga yoni. Keris itu dibeli dari seorang penduduk di Lombok Tengah.

”Saya tidak munafik. Kalau ada yang mau beli, saya jual, asalkan nilai penjualan itu bisa ’membayar’ kepuasan batin pada keris ini,” ujar Mamed.

Rizal, misalnya, memiliki keris adikarya (masterpiece), yaitu ada simbol menak (sosok manusia) pada bagian dhapur keris, dengan pamor sure pada bilahnya, luk 3 dengan panjang 55 cm. Keris warga Lingkungan Rungkang Jangkuk, Mataram—satu dari 300 koleksinya— dibelinya pada 2012. Keris itu pernah ditawar Rp 100 juta, tetapi Rizal enggan melepasnya.

Keris-keris itu termasuk yang dipamerkan pada 15-17 September lalu di Museum Negeri NTB. Keris yang ditunjukkan ke publik untuk ketiga kali ini antara lain bertujuan menanamkan kecintaan pada keris sekaligus mengerem laju berpindah kepemilikannya ke tangan asing. ”Jika itu dibiarkan, kita kehilangan jejak sejarah,” kata Habibi.

Lombok mungkin tidak punya empu keris, tetapi memiliki pencinta/kolektor yang peduli dan bersemangat merawat dan memeliharanya. Di tangan mereka sejarah dan peradaban Nusantara tersimpan, setidaknya agar bisa disaksikan generasi kini dan esok. (Khaerul Anwar)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Oktober 2016, di halaman 22 dengan judul "Keris Lombok, Pusaka Kerajaan Tanpa Empu".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Tips
3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

Travel Update
4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

Travel Update
Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Travel Update
10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

Travel Tips
5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

Jalan Jalan
5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

Travel Tips
Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Jalan Jalan
Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Jalan Jalan
Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Jalan Jalan
Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Travel Update
Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Jalan Jalan
Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com