KOMPAS.com - Homestay alias rumah wisata menjadi konsep terkini yang melekat pada pengembangan destinasi wisata Indonesia. Tak asal ada, konsep ini pun mengedepankan estetika sekaligus kesesuaian dengan lokasi wisatanya, sampai digelar sayembara untuk arsitekturnya.
"Saya ingin nanti karya-karya mereka (para pemenang sayembara) diabadikan dalam desain arsitektur nusantara di 10 top destinasi yang akan dibangun homestay,” kata ungkap Menteri Pariwisata Arief Yahya, Selasa (25/10/2016), tentang hasil sayembara itu.
Kementerian Pariwisata bersama Badan Ekonomi Kreatif menggelar Sayembara Arsitektur Nusantara dengan total hadiah senilai Rp 1 miliar, yang hasilnya diumumkan pada Selasa malam itu.
"(Penggunaan hasil rancangan) ini akan membuat mereka (para pemenang) semakin bangga dengan karyanya yang menjadi daya tarik atau atraksi wisata tersendiri,” lanjut Arief.
Sebelumnya, saat peluncuran sayembara di Jakarta Convention Centre (JCC), Jumat (22/7/2016), Arief menyatakan, arsitektur nusantara dipilih sebagai tema sayembara ini karena seni dan budaya membangun rumah adat di Indonesia itu sangat beragam.
Ratusan jumlah suku memiliki ratusan model arsitektur pula. Namun, lanjut Arief, heritage design itu makin tergusur oleh model-model minimalis yang menyerbu di hampir semua kota di tanah air, termasuk daerah-daerah yang diproyeksikan menjadi kawasan pariwisata.
Arief mencontohkan atap rumah begonjong di Minang Kabau sudah mulai susah dicari, bahkan di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Begitu pula arsitektur di daerah lain, seperti Rumah Adat Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, dan rumah Bolon Angkola, yang bahkan namanya pun sudah tak banyak dikenali orang.
”Desain yang mampu mengikuti tuntutan modern, tetapi tidak meninggalkan keunikan dan kearifan lokal budaya setempat,” harap Arief.
Tidak kuno lagi
Ketua Dewan Juri Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 Yori Antar menyatakan, selama ini arsitektur nusantara dikesankan sebagai model bangunan kuno yang hanya layak masuk musem.
Namun, lanjut Yori, sayembara ini mendapati karya para peserta memperlihatkan arsitektur nusantara bisa pula tampil artistik dan tidak terkesan tua. Selain Yori, juri sayembara adalah Bambang Eryudhawan, Dharmali Kusumadi, Eko Alvares, Endy Subijono, Hari Sungkari, dan Herry Purnomo.
“Dan (rancangan) itu semua nantinya tidak dimiliki oleh investor real estate, tetapi dipunyai oleh masyarakat sebagai homestay,” kata Yori, seperti dikutip dari situs web Kementerian Pariwisata.
Yori pun lalu bertutur soal resor Nihi Watu di Sumba yang dinobatkan sebagai resor terbaik di dunia. Terkenal di dunia, desain resor ini justru sangat lokal, menggunakan arsitektur nusantara.
“Sama juga dengan Wae Rebo di atas perbukitan di Flores, yang untuk menggapainya harus berjalan kaki. Dulu setahun hanya dikunjungi 50 wisatawan, sekarang 30.000 orang. Konsepnya adalah rumah adat asli arsitektur nusantara,” tutur Yori.