Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melestarikan Kalong di Tepi Teluk Tomini

Kompas.com - 03/11/2016, 08:19 WIB

EMPAT bulan lalu, Moh Tanda (65) dengan inisiatif sendiri memotong tiang ”pancang” kalong di sekitar hutan mangrove di Teluk Tomini. Setelah lama memburu binatang yang peredarannya dibatasi itu, ia akhirnya bertobat. Semangat yang sama terus digelorakan agar kalong lestari di hutan bakau di tepi Teluk Tomini di Sulawesi Tengah.

Tanda turut menggaet orang lain dalam langkah maju itu, ia berhasil meyakinkan dua anaknya dan empat warga Desa Tomoli, Kecamatan Toribulu, Kabupaten Parigi Moutong, untuk berhenti memburu kalong.

”Seringnya orang dari kampus dan wisatawan datang ke tempat ini membuat saya sadar bahwa kalong ini istimewa dan karena itu perlu dijaga,” ujar Tanda, Selasa (20/9/2016).

Dahulu, setiap hari Tanda berburu kalong dan mendapatkan rata-rata 15 ekor. Hasil buruannya tersebut dijual untuk konsumsi. Kini, dia bertanggung jawab memegang buku tamu untuk mencatat pengunjung ke habibat kalong.

Kalong merupakan anggota bangsa kelelawar (Chiroptera). Di Desa Tomoli, kalong kapauk (Pteropus vampyrus) telah ada sejak sekitar 25 tahun lalu. Kalong jenis ini bisa berbobot 1,5 kilogram, lebar sayap 17 sentimeter, dengan bagian dalam sayap berwarna hitam dan kemerahan.

Dalam bahasa Kaili, bahasa suku Kaili, suku terbanyak di Sulteng, kalong ini disebut paniki.

Konvensi Perdagangan Internasional untuk Perdagangan Flora dan Fauna yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species/CITES) pada 1989 memasukkan kalong dalam kategori spesies yang perdagangannya dibatasi secara ketat. Ini karena populasinya di dunia, terutama di hutan daerah tropis, kian terancam.

Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong melalui Dinas Kelautan dan Perikanan serta Badan Lingkungan Hidup telah menetapkan kawasan itu sebagai daerah konservasi pesisir pada 1999. Penetapan kawasan konservasi itu sekaligus untuk melindungi kalong dari perburuan atau penangkapan.

Desa Tomoli berjarak 100 kilometer dari Palu, ibu kota Provinsi Sulteng, atau 40 km dari Parigi, ibu kota Kabupaten Parigi Moutong. lokasi habibat kalong hanya 100 meter dari jalan Trans-Sulawesi menuju Provinsi Gorontalo.

Di daerah itu, kalong menetap di pohon bakau/mangrove. Kawanan kalong biasanya keluar dari habitatnya untuk mencari makan pada pukul 18.15-18.30 Wita saban hari.

Para pemburu kalong menancapkan tiang di sekitar kawasan hutan. Tali dibentangkan di antara dua tiang untuk menggantung mata pancing. Jerat itu menjebak kawanan kalong yang kembali ke habibat pada dini hari sepulang mencari makanan di pegunungan.

Saat Kompas berkunjung ke tempat tersebut, terdapat banyak tiang dipancang dengan gelantungan mata pancing pada seutas tali. Ada tiang yang didirikan berjarak 10 meter dari hutan mangrove, ada pula yang ditancapkan langsung di antara pohon bakau.

Tanda mengatakan, satu pemburu bisa mendapatkan 15 kalong setiap hari. Kalong dijual Rp 15.000 per ekor.

Saat Tanda berada di pangkalan perahu nelayan yang juga akses menuju habibat kalong, pemburu yang kebanyakan warga Tomoli itu tidak berani pergi menangkap kalong. Sebaliknya, saat bapak enam anak tersebut tak ada di sana, pemburu dengan bebas beraksi.

”Saya tidak jera untuk menghalau dan melarang orang menangkap kalong meski itu tidak sanggup menyelesaikan masalah,” ujar Tanda.

Bersama salah seorang anaknya, ia pernah memotong dua tiang yang dipakai untuk menambatkan tali guna menjerat kalong. Pemburu kalong itu mengamuk. Meskipun begitu, Tanda tidak kapok sembari meyakinkan orang itu bahwa kalong menjadi ikon Desa Tomoli yang harus dijaga agar suatu saat terkenal luas.

Terus berkurang

Maraknya perburuan mengakibatkan populasi kalong terus berkurang. Saat ini populasi kalong yang menetap di 5 hektar hutan mangrove di Tomoli diperkirakan berjumlah 1.000 ekor. Lima tahun lalu, populasi kalong sekitar 10.000 ekor.

Meski tidak menyebutkan angka pasti, Tanda menuturkan, empat tahun silam, saat kalong berputar-putar mengitari kawasan hutan mangrove, langit berubah sangat gelap. Binar matahari senja ditutupi sayap kawanan kalong. Kemewahan itu tidak pernah disaksikan lagi.

Terancamnya hewan itu juga bisa dilihat dari migrasi habibat. Sebelum menetap di kawasan hutan mangrove yang membentuk tanjung saat ini, kawanan kalong menghuni pulau kecil yang juga dipenuhi mangrove. Jarak pulau itu sekitar 100 meter dari habibat kalong saat ini atau 75 meter dari tepi pantai.

Tanda khawatir jika langkah tegas terhadap penangkapan kalong tidak segera diambil kawanan kalong itu bisa punah atau bermigrasi ke tempat lain. ”Kami tentu tidak mau ini terjadi,” ucapnya.

Albert Yusuf (42), warga Tomoli, yang mengaku tidak pernah memburu kalong, pernah mengusulkan kepada pemerintah desa setempat untuk menempatkan petugas khusus mengawasi perburuan kalong. Hingga saat ini usulan itu belum terwujud.

”Kami menghormati inisiatif orang tua seperti Pak Tanda. Akan tetapi, karena tidak ada kekuatan untuk melarang, orang dengan gampang tidak menghiraukan,” katanya.

Kepala Desa Tomoli Akib Halama mengatakan, dirinya mengantongi nama-nama pemburu atau penangkap kalong. Jumlahnya sekitar 10 orang.

”Saya sudah dekati secara pribadi agar mereka mencabut tiang dan alat tangkap lainnya di sekitar hutan mangrove. Kalau cara lunak ini tidak diindahkan, saya akan panggil polisi untuk memasukkan mereka ke sel,” katanya.

Bagi pengunjung seperti Riko Henriko (26), kalong harus dijaga kelestariannya. ”Kalong di tempat ini istimewa. Gampang dijangkau dan unik karena hidup di hutan mangrove,” katanya.

Untuk menjaga kelestarian kalong dan habitat kalong, warga setempat menanam 16.000 bibit mangrove di pantai kawasan habitat kalong. Bibit mangrove tersebut diberikan oleh pemerintah pusat.

Selain untuk menjaga populasi ikan dan ancaman abrasi, mangrove tersebut diharapkan menjadi ”jaminan” bagi kalong untuk terus menetap di sana. Dengan catatan besar, warga berhenti memburu atau menangkap kalong.

Keberadaan kalong di Tomili menjadi daya tarik wisata karena kalong jarang berhabitat di mangrove seperti di Tomoli. Keberadaan kalong juga penanda masih utuhnya hutan bakau yang melindungi permukiman warga. (Videlis Jemali)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 November 2016, di halaman 22 dengan judul "Melestarikan Kalong di Tepi Teluk Tomini".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Jalan Jalan
Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Travel Update
Pendaki Penyulut 'Flare' di Gunung Andong Terancam Di-'blacklist' Seumur Hidup

Pendaki Penyulut "Flare" di Gunung Andong Terancam Di-"blacklist" Seumur Hidup

Travel Update
10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

Jalan Jalan
Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Travel Tips
Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Travel Update
Airbnb Hadirkan Keajaiban di Dunia Nyata Melalui Peluncuran Icons

Airbnb Hadirkan Keajaiban di Dunia Nyata Melalui Peluncuran Icons

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com