Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebesaran Pusaka Indramayu yang Sunyi

Kompas.com - 05/01/2017, 20:06 WIB

KEBESARAN Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berabad-abad silam, yang menjadi tempat persinggahan berbagai suku bangsa, tidak dapat dilepaskan dari pendirinya, Raden Aria Wiralodra.

Kala itu, kekuatan Wiralodra terdapat dalam pusakanya seperti Cakra Udaksana. Kini, pusaka peninggalan Wiralodra itu masih tersimpan, sunyi.

Pataka Cakra Udaksana tampak gagah di dalam bingkai khusus, Rabu (5/10/2016) siang, di Pendopo Indramayu, Jabar. Pusaka berjenis tombak dengan tangkai berbentuk lingkaran/roda delapan sisi tersebut masih terawat, tak berkarat meski telah 15 abad usianya.

Dalam sejarah Indramayu, pusaka Cakra Udaksana menjadi senjata andalan Raden Wiralodra dalam mendirikan sekaligus mempertahankan daerah pesisir itu. Permukiman Indramayu yang berawal dari daerah Sungai Cimanuk, misalnya, didapatkan atas petunjuk cakra tersebut.

”Cakra ini kekuatan yang luar biasa. Bahkan, bagi Raden Wiralodra, cakra ini piandel (kekebalan),” ujar juru pemelihara makam Wiralodra, H Dasuki.

Menurut dia, jika di Jawa Tengah terkenal dengan pusaka keris, Indramayu juga punya pusaka khas, yakni Cakra Udaksana.

Kesaktian pusaka itu juga tecermin dari bagian inti tengah lingkaran berbentuk segi delapan, yang berada di tangkainya, dengan satu lingkaran di tengahnya.

Ini menyerupai simbol Surya Majapahit atau bintang raja yang biasa digunakan sultan atau raja di Jawa. Delapan sisi itu mengandung makna sifat-sifat di alam semesta yang dapat menjadi teladan, yakni langit, matahari, bulan, bintang, bumi, angin, air, dan api.

Pataka Gagak Pinangsih, peninggalan Raden Kertawijaya (Wiralodra IV), juga sangat erat dalam perkembangan Indramayu.

Pusaka itu menjadi bendera perang dan penyemangat warga Dermayu, sebutan warga setempat untuk Indramayu, sebelum akhirnya Wiralodra IV dihukum tembak oleh pemerintah Hindia Belanda karena memimpin Perang Kedongdong pada 1778.

”Saat bendera dikibarkan, tanpa aba-aba, masyarakat Indramayu bersatu. Tidak seperti sekarang, masyarakat cepat tercerai-berai,” ucap Dasuki.

”Sayangnya, sejarah kebesaran pusaka pendiri Indramayu tidak banyak diketahui masyarakatnya,” ucap Dasuki. Padahal, tanpa kedua pusaka itu, belum tentu Indramayu terbentuk.

Hingga berusia 489 tahun, Indramayu belum memiliki museum memadai yang dapat menampung benda pusaka. Selama ini, pusaka itu tersimpan dalam kesunyian di museum mini Pancaniti, dekat pendopo.

Sekali setahun

Apalagi, menurut Dasuki, Cakra Udaksana, Pataka Gagak Pinangsih, dan puluhan pusaka peninggalan Wiralodra dan keturunannya, hanya dipamerkan sekali setahun kepada khalayak, yakni saat peringatan hari jadi Indramayu, 7 Oktober.

Seperti siang itu, sekitar 80 pusaka dipamerkan ke khalayak di Pendopo Indramayu selama sepekan dalam rangkaian Festival Tjimanoek untuk perayaan hari jadi Indramayu.

Sebelumnya, Cakra Udaksana diarak berkeliling Indramayu. Pusaka yang dipamerkan merupakan hasil inventarisasi keturunan Wiralodra yang dilakukan sejak 2000.

”Semuanya asli, bukan replika dan tidak dijual,” ujar Dasuki yang bersama pegiat sejarah lainnya rela bermalam di pendopo selama pameran.

Menurut Dasuki, tanpa adanya museum yang memadai, publikasi sejarah kebesaran Indramayu kepada generasi muda sulit dilakukan. Apalagi, lanjutnya, dukungan pemerintah setempat masih minim.

”Untuk kirab selama setahun, kami mendapat Rp 250 juta dan pameran Rp 25 juta. Ini masih kurang. Kami bahkan kadang-kadang nombok. Idealnya, Rp 500 juta per tahun karena banyak undangan pameran dari luar daerah,” ujarnya.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Indramayu Odang Kusmayadi mengatakan, hingga kini belum ada museum yang memadai. ”Kami usahakan tahun depan museum dibangun,” ujar Odang.

Yohanto A Nugraha dari Dewan Kesenian Indramayu mengatakan, seharusnya, sejak dulu, pemerintah kabupaten menginventarisasi pusaka dan peninggalan sejarah daerah itu sebelum membuat museum.

”Kami sudah lama merindukan museum. Fungsinya sederhana, sebagai pembelajaran masa lampau bagi masyarakat sekarang,” ujar Abuk, panggilan Yohanto. (ABDULLAH FIKRI ASHRI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Januari 2017, di halaman 21 dengan judul "Kebesaran Pusaka Indramayu yang Sunyi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com