Untuk melestarikan tradisi ini, diberlakukan curfew atau ‘jam malam’ di Luang Prabang, yaitu jam 11.30 malam, agar warga bisa bangun di pagi hari untuk ritual ini.
Di kota tak berpantai ini terdapat ratusan, bahkan mungkin ribuan air terjun yang terdapat di antara alam pegunungan liar yang kebanyakan masih belum tersentuh manusia. Kami mendatangi salah satu air terjun yang terkenal mendunia yaitu Kouang Si Falls.
Air terjun Kouang Si (Kuang Xi atau Tat Kuang Si Waterfalls), adalah air terjun tiga tingkat yang dapat ditempuh selama 45 menit berkendara, atau sekitar 29 kilometer dari Luang Prabang.
Air terjun ini merupakan tempat favorit bagi wisatawan di Luang Prabang ini menampilkan kolam air pirus yang tak terhitung jumlahnya, mengalir turun dari mata air setinggi 60 meter.
Ada sekitar lima lokasi air terjun di sini sekaligus menjadi lokasi salah satu pusat perlindungan beruang merah di Laos.
Lights Festival sudah dimulai! Festival lampu dan perahu ini direkomendasikan oleh National Geographic Photographer, yang tentunya menjadi objek foto paling populer di Luang Prabang.
Malam itu kami menikmati parade perahu lampu dari balkon hotel Azerai. Prosesi perahu buatan tangan dengan batang bambu dan pisang, dihiasi warna-warni lilin dan uang kertas dimulai dari Kuil Wat Xieng Thong yang terletak di persimpangan jalan, kemudian diarak menuju sungai sebagai penghormatan kepada roh air.
Lampu mewakili cahaya Buddha, sementara lilin melambangkan pelepasan dari semua kebencian, kemarahan dan kekotoran batin.
Setelah arakan mencapai tepi sungai, saya dan Trinity pindah ke kapal yang telah disiapkan hotel, agar kami bisa melihat prosesi tersebut dari atas air. Ada sekitar 20.000 perahu yang diturunkan di sungai Mekong malam itu.
Di bawah sinar bulan purnama, sambil menikmati makan malam dan segelas anggur putih, kami menyaksikan ritual akhir dari masa prapaskah Buddha tahunan, yang menandakan hari terakhir turunnya hujan di Luang Prabang. Simply beautiful...
Tubing di Vang Vieng
Kami mengunjungi kota kedua Laos, yang ditempuh selama 4-5 jam perjalanan darat. Kabarnya, Vang Vieng dikenal sebagai kota yang berorientasi turis dan pesta narkoba. Korban turis yang meninggal disini tidak sedikit.
Kebanyakan dari mereka ditemukan di sungai dengan leher patah dan paru-paru penuh air sehabis ikutan tubing atau loncat dari tebing ke sungai. Ish!
Dan... Trinity mengajak saya ikutan tubing, semacam arung jeram, tapi hanya menggunakan ban dalam bekasan mobil. Katanya, tubing adalah aktivitas ‘wajib’ di Vang Vieng.
Seperti ajakan iklan dari setiap agen wisata di sini: "Hop on a tube, float down the river, grab a few drinks and have an awesome time! That's tubing in Vang Vieng". Jadilah, kami ikutan tubing dengan menaklukkan arus deras Sungai Nam Song selama dua jam!
Sempat juga mengapung dan berputar di arus yang disebut break-currents. Saya hanya bisa menunggu arus yang lebih deras, untuk mengeluarkan saya dari lingkaran arus-putar tersebut.
Saya sempat bertanya kepada orang lokal, berapa kedalaman sungai ini, yang hanya dijawab dengan kata ‘sangat dalam’. Dipanggang matahari siang, saya pasrah terserah arus. Sempat juga disemprot air sungai oleh beberapa wisatawan Korea yang lebih memilih perahu kayak daripada tubing.