"Kami memutuskan menjadikan tempat ini sebagai lokasi wisata karena pendapatan kami dari menjual minyak lavender sudah tak mencukupi," kata Robert.
Setelah memutuskan untuk membuka perkebunannya sebagai tempat wisata, Robert lalu mempromosikan tempat ini ke beberapa negara Asia. Mengapa ke Asia?
"Sebab, jika untuk bangsa Eropa tanaman lavender sudah bukan hal unik. Namun, tak demikian dengan warga Asia," kata dia.
Jerih payah Robert tak sia-sia, sebab saat ini 70 persen pendapatan Bridestowe Lavender Estate berasal dari para wisatawan.
Baca juga : Menelusuri Sejarah Kelam Tasmania di Port Arthur
"Memang terkadang ada tanaman kami yang rusak terinjak-injak tetapi itu harga yang harus kami bayar, dan selama sepadan kami tak mempermasalahkannya," Robert menegaskan.
Setelah melihat ladang lavender, Robert mengajak kami ke tempat penyulingan yang mengolah bunga lavender menjadi minyak wangi.
"Di masa panen kami bisa menghasilkan 1.500 ton bunga lavender yang bisa menghasilkan hingga 400.000 botol minyak wangi," papar Robert.
"Wisatawan juga bisa membeli teh lavender, cokelat, hingga es krim lavender di toko dan kafe kami," kata Robert lagi.
Tempat wisata unik ini buka pukul 10.00 hingga 16.00 setiap hari pada Mei-Agustus. Lalu pada September-April buka pada pukul 09.00 hingga 17.00 setiap hari.
Baca juga : Menikmati MONA, Museum Seni yang Bikin Tasmania Dikenal Dunia
Lalu berapa biaya yang dibutuhkan untuk masuk ke tempat wisata ini?
Setiap pengunjung dikenai tiket 10 dollar Australia atau sekitar Rp 100.000 di musim bunga yaitu awal Desember hingga akhir Januari.
Tempat wisata menarik ini buka sepanjang tahun dan hanya tutup pada hari libur Natal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.