Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rayhan Dudayev
peneliti

Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

Pengelolaan Wisata Berbasis Masyarakat di Pulau Pari

Kompas.com - 11/05/2018, 08:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sistem tersebut diawasi oleh ketua RW sebagai orang yang ‘disegani’ untuk mengawasi kegiatan masyarakat.

Masuk pantai perawan, pengunjung hanya dikenakan biaya Rp 5.000. Selain untuk membangun fasilitas wisata, pemasukan tersebut mempunyai fungsi sosial seperti kontribusi untuk janda, yatim, untuk kegiatan sosial dan keagamaan.

Sebagian pemasukan tersebut disisihkan untuk dana kas dan sebagian untuk dana untuk orang-orang yang mengurus langsung pantai pasir perawan.

Peningkatan Kualitas Hidup dan Pembelajaran

Dari sekitar 1.300 jumlah penduduk Pulau Pari, terdapat 90 persen pelaku wisata dan sisanya nelayan dan PNS. Namun, keuntungan kegiatan wisata bukan hanya dirasakan pengelola wisata, misal penyedia homestay, tetapi juga nelayan, dapat menjual ikan dengan harga lebih tinggi untuk penjualan ikan segar kepada wisatawan.

Selain itu, dari aspek kemerataan, ibu-ibu mendapat untung lebih banyak dari usaha catering dan kegiatan bersih-bersih akomodasi.

Menariknya, sistem yang dibangun bukan gaji. Dari aktivitas pariwisata, masyarakat Pulau Pari meningkat kualitas hidupnya seperti warga yang tadinya menyekolahkan anaknya hanya sampai SMP sekarang bisa menyekolahkan sampai ke jenjang kuliah.

Praktik pengelolaan wisata yang dilakukan masyarakat Pulau Pari patut diapresiasi dan direplikasi. Masyarakat Pulau Pari mengelola wisata secara berkelanjutan dari aspek lingkungan hidup dan sosial.

Masyarakat menjaga lingkungannya dan mendorong pemerataan bagi seluruh masyarakat Pari dari kegiatan wisata.

Anggota Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu membersihkan minyak dari pantai Pulau Pari, Minggu (8/4/2018).Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Anggota Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu membersihkan minyak dari pantai Pulau Pari, Minggu (8/4/2018).
Hal tersebut tumbuh dari kata-kata sederhana yang diajarkan orang tua-orang tua mereka, "Kalau mau kaya jangan kaya sendiri, karena mati enggak bisa sendiri".

Tolok ukur kemajuan, apabila belajar dari masyarakat Pulau Pari, yaitu kemajuan yang inklusif. Kemajuan ala warga Pulau Pari ini relevan dipelajari dan diterapkan pada askpek kehidupan lainnya, mengingat kondisi bumi yang memulai memanas karena perubahan global, yang salah satu penyebab utamanya disebabkan kegiatan ekonomi yang eksploitatif dan eksklusif.

Terakhir, praktik pengelolaan wisata yang dikelola oleh masyarakat ini perlu mendapatkan perlindungan hukum sehingga praktik positif yang dilakukan masyarakat yang berkelanjutan dapat terus berlanjut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com