Seperti di Keuskupan Ruteng memiliki tradisi Tengge dan Lorang dilaksanakan saat perayaan Kamis Putih dan Jumat Agung sementara di Keuskupan lain di Pulau Flores tak lain melaksanakan perayaan dengan budaya setempat.
"Saya memimpin perayaan Paskah di Hokeng saat Kamis Putih, 12 Rasulnya tak memakai kain tenun setempat. Selain itu, saat perayaan Jumat Agung tak ada tradisi mengusung peti jenazah ke dalam gereja. Namun bagi saya, umat jangan hiruk pikuk dengan berbagai tradisi melainkan esensi dari perayaan Paskah itu yang sangat penting," katanya.
Madung menjelaskan, Perayaan Inkulturasi saat perayaan Paskah di masing-masing Keuskupan dan Paroki sangat dihargai dan dihormati oleh Gereja Katolik. Ini menandakan bahwa iman umat kepada Tuhan Yesus diungkapkan dengan budaya setempat. Yang utama dari tradisi itu adalah Umat Katolik memahami esensi dari Perayaan Paska tersebut.
"Mungkin yang ada tradisi Lorang dan Tengge hanya ada di Keuskupan Ruteng sedangkan Keuskupan lainnya di Pulau Flores tergantung umat setempat dalam mengungkapkan esensi iman mereka kepada Tuhan Yesus Kristus," jelasnya.
Mantan Ketua STFK Ledalero, Pater Bernardus Raho, SVD mengemukakan umat yang memakai kain tenun songke serta dengan berbagai tradisi yang digunakan saat perayaan Paskah merupakan simbol sekaligus melestarikan budaya setempat. “Itu semua sarana dari iman umat untuk perayaan Paskah yang bernuansa budaya,” katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.