Industri tersebut juga mempekerjakan lebih dari 14 juta orang.
Wakil Direktur Kantor Hukum Ekonomi Yang Heqing, mengutip People’s Daily, mengatakan bahwa larangan pengonsumsian juga termasuk pada hewan liar yang dilindungi hukum, hewan darat lainnya, dan hewan liar dalam pembiakan.
Meski begitu, hewan air, hewan dalam pembiakan, unggas, dan beberapa hewan lain yang telah lama dikembangbiakkan tidak termasuk dalam larangan yang akan dilaksanakan tersebut.
Sementara penggunaan hewan liar untuk keperluan ilmiah dan medis tetap diperbolehkan asal manajemen fasilitas yang melakukan percobaan diperkuat.
Sekitar lebih kurang 7,6 juta masyarakat China bekerja di industri bulu dan kulit hewan yang bernilai sekitar Rp 773 triliun.
Sementara sekitar 6,2 juta masyarakat lainnya bekerja di peternakan atau pengolahan hewan untuk makanan.
Di beberapa daerah miskin di China seperti Provinsi Guizhou atau Guangxi, peternakan hewan liar merupakan sumber penting bagi pendapatan masyarakat setempat.
“Keputusan ini (larangan perdagangan dan pengonsumsian hewan liar) akan memberi dampak kerugian ekonomi bagi para peternak. Jadi, pemerintah daerah harus mendukung mereka sembari mereka beralih ke bisnis lain dan menawarkan dukungan keuangan,” kata Yang.
Profesor hukum lingkungan di University of Political Science and Law di Beijing, Wang Canfa, menuturkan bahwa pemerintah China harus memberi bantuan untuk merubah industri pembiakan. Sebab, industri tersebut terbilang cukup besar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.