JAKARTA, KOMPAS.com – Industri pariwisata terdampak akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Data International Air Transport Association (IATA) mencatat adanya penurunan volume penjualan tiket penerbangan.
Penurunan tersebut mencapai lebih dari 90 persen dalam kurun waktu hampir tiga bulan, yakni sejak 26 Januari – 17 April 2020.
Baca juga: HPI Bali Soal Kartu Pra Kerja: Saat Ini Lebih Butuh Uang daripada Pelatihan
Pengurangan besar-besaran frekuensi penerbangan serta banyaknya negara yang melakukan penguncian atau pembatasan sosial membuat terjadinya minus billing di pasar pariwisata.
Minus billing merupakan nominal tiket yang dikembalikan atau dibatalkan lebih besar dari penjualan tiket.
Hal tersebut saat ini mengakibatkan banyak maskapai penerbangan yang berhutang kepada agen perjalanan.
“Kondisi ini selain mengganggu cashflow travel agent, juga membahayakan bagi konsumen,” tutur Sekretaris Jenderal DPP Astindo, Pauline Suharno.
“Client korporasi/pemerintah yang memiliki tempok redit dengan travel agent umumnya enggan membayar tiket pesawat yang direfund. Sementara travel agent harus memproses refund kepada maskapai yang memakan waktu kurang lebih dua sampai tiga bulan,” lanjutnya.
Pauline mengatakan bahwa saat ini, seluruh maskapai penerbangan mengalami kesulitan likuiditas (melunasi utang atau kewajiban jangka pendek).
Hal ini terjadi karena minimnya angka penjualan tiket di maskapai. Mereka juga terbebani dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa parkir pesawat, perawatan pesawat, dan lain-lain.
Baca juga: HPI Yogyakarta: Katanya Pemandu Wisata Ujung Tombak Pariwisata, Sekarang Seolah Kami Tak Ada
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.