JAKARTA, KOMPAS.com - Bicara soal pariwisata tak lepas dari bidang konservasi alam, plus kerjasama antar-lembaga guna mencapai pariwisata yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno menyarankan ekowisata berbasis komunitas harus digalakkan guna menjaga pembangunan keberlanjutan.
Adapun ia mengatakan, kunci dari pembangunan ini adalah dari segi pendampingan dan menemukan pemain lokal atau local champion dari setiap wilayah.
"Saya kira dengan community based yang menjadi kunci adalah pendampingan yang agak lama, dan kedua kita harus menemukan local champion," kata Wiratno.
"Kalau tidak bisa menemukan local champion itu sangat sulit," kata lanjutnya dalam video conference bertemakan "Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk Pariwisata", Rabu (6/5/2020).
Ia pun mencontohkan daerah yang berhasil menerapkan community based di Indonesia yaitu Tangkahan, Kalibiru, Jatimulyo, dan kampung Saporkren di Sorong Papua.
Baca juga: Tangkahan dan Kalibiru, Contoh Wisata Alam Berbasis Komunitas
Menurutnya, daerah-daerah tersebut berhasil menemukan local champion dan pendampingan bagi pelaku usaha wisata serta masyarakat lokal.
Selain itu, kata dia, ekowisata berbasis komunitas dapat mengubah birokrat yang selama ini justru mempersulit daerah.
"Makanya saya membuat 10 prinsip urus hutan konservasi. Pertama harus respek dan memanusiakan manusia. Masyarakat sebagai personal, sebagai subjek bukan objek. Ini prinsip dasar," ujarnya.
Hal ini sudah diujicoba oleh Wiratno kepada seluruh stafnya kala bekerja sama dengan masyarakat lokal tempat konservasi, dan berjalan dengan mudah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.