KOMPAS.com – Pemerintah kembali melarang mudik yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia setiap tahunnya.
Keputusan itu pun menuai pro dan kontra dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan alasan karena proses vaksinasi sudah berjalan. Terlebih lagi, tahun 2020 lalu pemerintah juga sudah melarang mudik Lebaran.
Menanggapi hal itu, Epidemiolog Universitas Hasanuddin Makassar Ridwan Amiruddin mengatakan bahwa Indonesia masih jauh dari kata aman terhadap Covid-19.
Baca juga: Hotel di Banyuwangi Antusias Sambut Tamu, Terhalang Larangan Mudik
“Sebab, angka positive rate-nya masih di atas 10 persen yang berarti virusnya masih liar,” kata dia dalam webinar “Kontroversi Mudik Lebaran Saat Covid-19 Belum Pensiun”, dilansir dari Antara, Sabtu (1/5/2021).
Ridwan melanjutkan, pelarangan mudik bertujuan untuk mengontrol penyebaran Covid-19, khususnya pada mereka yang tidak bergejala.
Menurut Ridwan, kendaraan akan dipenuhi rombongan keluarga saat mudik, sehingga protokol kesehatan jaga jarak akan sulit dilakukan.
“Pelarangan mudik itu prinsip dasarnya adalah mengurai kerumunan. Jadi makin tinggi kerumunan di ruang tertutup, maka transmisinya akan makin meningkat,” ujar dia.
Selain risiko tertular Covid-19 makin meningkat karena kerumunan mudik, durasi perjalanan juga dapat memicu penyebaran virus.
“Jika perjalanannya lama, kemungkinan terpaparnya akan lebih tinggi, apalagi jika alat transportasinya tidak didukung dengan sistem penyaringan dan pembersih udara yang baik,” imbuh Ridwan.
Kondisi saat mudik pun ia anggap tidak memungkinkan pemudik menerapkan protokol kesehatan karena berada di dalam kendaraan yang padat dan tertutup, sehingga risiko penularan tinggi.
Baca juga: Nekat Mudik Pakai Jasa Travel Gelap, Ini 4 Kerugiannya
“Perilaku pemudik, kalau sudah kelelahan tidak mungkin protokol kesehatan jalan,” sambung Ridwan.
Sementara itu, risiko penyebaran Covid-19 tak hanya ada akibat perjalanan. Risiko penyebaran masih berlanjut begitu pemudik sampai di tujuan.
“Saat tiba di tempat tujuan, orang-orang dari kota yang pergi ke desa membawa virus pada tubuh mereka dan meninggalkannya ketika kembali ke tempat asal,” lanjut Ridwan.
Jika ada kegiatan makan bersama yang dalam prosesnya ada penggunaan sendok dan alat makan secara bersamaan, hal itu akan meningkatkan penyebaran virus.
Baca juga: Mudik Lebaran 2021, Bogor Hanya Bisa Dikunjungi Warga Jabodetabek
Menurut dia, masyarakat Indonesia harus belajar dari India yang kini tengah menghadapi gelombang Covid-19.
“Di India itu ada faktor utamanya pemilukada, perayaan agama, pelonggaran protokol kesehatan, eurofia vaksin, orang desa kembali ke kota untuk bisnis dan institusi yang tidak melaksanakan protokol kesehatan, ditambah lagi dengan mutasi virus,” ujar Ridwan.
Adapun dilansir dari Kompas.com, Rabu (5/5/2021), India melaporkan 357.229 kasus Covid-19 pada Selasa (4/5/2021), sehingga total kasusnya berada di angka 20,3 juta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.