KOMPAS.com – Satu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa yang disambut masyarakat Jawa dengan beragam kegiatan pada malam hari sebelumnya.
Abdi Dalem Pariwisata dan Museum Pura Mangkunegaran Joko Pramudya mengatakan, kegiatan yang dilakukan merupakan upaya untuk introspeksi diri terkait perbuatan lalu.
“Dengan tujuan untuk memahami makna tahun baru Jawa yang pada akhirnya dikembalikan kepada diri kita sendiri sebagai pencipta budaya dan dilakukan secara turun menurun,” kata dia kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).
Baca juga: Pura Mangkunegaran, Keasrian Sejarah di Tengah Kota Solo
Joko menuturkan, tradisi Bulan Suro adalah upaya untuk menemukan jati diri agar selalu eling lan waspada dari mana sangkan paraning dumadi.
Artinya adalah, seseorang harus tetap ingat siapa diri mereka dan dari mana mereka berasal.
Adapun, banyak masyarakat Jawa yang hingga kini menganggap Suro sebagai bulan sakral atau suci.
“Dianggap sebagai bulan yang sakral atau bulan yang suci, karena pada bulan suro ini banyak dilakukan kegiatan perenungan, bertafakur, dan berintrospeksi untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta,” ujar Joko.
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Lelaku, yaitu kegiatan untuk mengendalikan hawa nafsu dengan hati yang benar-benar ikhlas.
Baca juga: Ritual Pencucian Keris Saat Bulan Suro pada Masyarakat Jawa
Adapun, hal tersebut dilakukan agar seseorang mencapai ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Lelaku dapat dilakukan di puncak gunung, makam leluhur atau wali, goa, tepi laut, dan lain-lain.
“Bahkan hal ini dilakukan dengan cara semedi atau lek-lekan (begadang) semalam suntuk tidak tidur,” ujar Joko.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.