Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Perayaan Satu Suro di Pura Mangkunegaran Surakarta

Kompas.com - 09/08/2021, 19:07 WIB
Nabilla Ramadhian,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

 

KOMPAS.comSatu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa yang disambut masyarakat Jawa dengan beragam kegiatan pada malam hari sebelumnya.

Abdi Dalem Pariwisata dan Museum Pura Mangkunegaran Joko Pramudya mengatakan, kegiatan yang dilakukan merupakan upaya untuk introspeksi diri terkait perbuatan lalu.

“Dengan tujuan untuk memahami makna tahun baru Jawa yang pada akhirnya dikembalikan kepada diri kita sendiri sebagai pencipta budaya dan dilakukan secara turun menurun,” kata dia kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).

Baca juga: Pura Mangkunegaran, Keasrian Sejarah di Tengah Kota Solo

Joko menuturkan, tradisi Bulan Suro adalah upaya untuk menemukan jati diri agar selalu eling lan waspada dari mana sangkan paraning dumadi.

Artinya adalah, seseorang harus tetap ingat siapa diri mereka dan dari mana mereka berasal.

Masyarakat Jawa anggap Suro sebagai bulan sakral

Adapun, banyak masyarakat Jawa yang hingga kini menganggap Suro sebagai bulan sakral atau suci. 

“Dianggap sebagai bulan yang sakral atau bulan yang suci, karena pada bulan suro ini banyak dilakukan kegiatan perenungan, bertafakur, dan berintrospeksi untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta,” ujar Joko.

Suasana Kirab Pusakadalem di Pura Mangkunegaran, tahun 2019.www.puromangkunegaran.com Suasana Kirab Pusakadalem di Pura Mangkunegaran, tahun 2019.

Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Lelaku, yaitu kegiatan untuk mengendalikan hawa nafsu dengan hati yang benar-benar ikhlas.

Baca juga: Ritual Pencucian Keris Saat Bulan Suro pada Masyarakat Jawa

Adapun, hal tersebut dilakukan agar seseorang mencapai ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Lelaku dapat dilakukan di puncak gunung, makam leluhur atau wali, goa, tepi laut, dan lain-lain.

“Bahkan hal ini dilakukan dengan cara semedi atau lek-lekan (begadang) semalam suntuk tidak tidur,” ujar Joko.

Perayaan malam satu suro di Pura Mangkunegaran

Di Pura Mangkunegaran, Joko mengungkapkan bahwa pada malam Tahun Baru Jawa akan terdapat Kirab Pusaka dengan mengelilingi tembok luar sebanyak satu kali.

“Dilakukan oleh keluarga, sentono, narapraja, abdi dalem, dan kerabat besar Mangkunegaran, serta masyarakat luas,” ujarnya.

Dirinya menjelaskan, Kirab Pusaka bukanlah sekadar parade untuk bersenang-senang, tetapi merupakan kegiatan penuh makna.

Baca juga: Tradisi Minum Teh di Praja Mangkunegaran yang Penuh Makna

Sebab, seluruh peserta tidak boleh melakukan pembicaraan (disebut Tapa Bisu) yang dimaknai sebagai pencegahan untuk mengontrol pembicaraan yang berawal dari mulut, agar tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.

“Juga pada saat kirab tidak menggunakan celana atau selop, sebagai makna bahwa kita selalu berhubungan dengan bumi atau duniawi dan manembah (berbakti atau mengabdi) kepada Yang Kuasa dalam keadaan suci,” imbuh Joko.

Biasanya, Kirab Pusakadalem dilakukan setiap tahun. Kendati demikian, ritual satu suro ini sudah ditiadakan sejak 2020 hingga saat ini akibat pandemi Covid-19.

Jamasan pusaka di Pura Mangkunegaran

Tradisi perayaan Satu Suro lainnya yang dilakukan di Pura Mangkunegaran adalah jamasan pusaka atau mencuci benda pusaka.

Joko mengatakan, jamasan pusaka merupakan tradisi untuk merawat atau memetri warisan dari para leluhur.

Pusaka tombok yang dikeluarkan dalam kirab malam satu Sura Pura Mangkunegaran Solo, Jawa Tengah, Senin ( 10/9/2018) malam.KOMPAS.com/Labib Zamani Pusaka tombok yang dikeluarkan dalam kirab malam satu Sura Pura Mangkunegaran Solo, Jawa Tengah, Senin ( 10/9/2018) malam.

“Pusaka itu sendiri mengandung banyak makna karena merupakan buah hasil karya cipta yang memiliki falsafah kehidupan, kearifan, sumber inspirasi, dan motivasi kehidupan,” ujar dia.

Joko tidak menampik bahwa selama ini orang-orang hanya mengira bahwa jamasan pusaka hanya mencakup pencucian keris.

Baca juga: 7 Tempat Wisata di Solo yang Tutup Selama PPKM Darurat, Taman hingga Pusat Belanja

Namun menurut dia, jamasan pusaka juga mencakup sejumlah barang, termasuk tombak karena benda pusaka tidak hanya keris.

Untuk diketahui,Bulan Suro merupakan penanggalan pertama tahun Jawa yang merupakan penggabungan antara kalender Hindu (saka), kalender Islam (Hijriah), dan kalender Masehi.

Penggabungan tersebut telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu, tepatnya pada masa pemerintahan kerajaan Mataram Islam oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com