"Kalau dibandingin sama Indonesia, memang enggak segampang dan semurah itu. Tapi cukup muslim friendly, dari segi makanan lebih gampang ditemuin. Lebih aman, yang halal banyak, hewan-hewan enggak dimasukin sembarangan," kata dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sebelum Ramadhan tiba, dirinya telah mengantisipasi dengan membeli bahan-bahan makanan.
Namun menurut dia, bahan tersebut belum habis digunakan karena cukup banyak masjid atau lembaga muslim yang menyediakan hidangan buka bersama.
"Jadi habis iftar, sering bungkusin makanan atau dari masjid udah disiapin paketnya. Satu kotak bisa buat beberapa kali makan. Kalau bukber paling weekend," tuturnya.
Perempuan yang tinggal di apartemen bersama beberapa temannya ini juga terkadang melakukan buka puasa bersama. Meski tidak semuanya berpuasa, mereka bersedia untuk menemani Arrin berbuka puasa.
Jika masak bersama, biaya yang dikeluarkan akan lebih murah, misalnya mulai dari 10 dollar Australia (sekitar Rp 107.000) untuk beberapa kali makan.
Sementara itu, biaya untuk delivery atau makan di tempat mulai dari 15-30 dollar Australia (Rp 160.000-Rp 321.000).
Baca juga:
Tak hanya itu, kemudahan juga ia rasakan dari kampusnya. Arrin menjelaskan bahwa dengan mendaftarkan diri, mahasiswa yang berpuasa bisa mendapatkan makanan berbuka gratis pada hari tertentu dengan kuota khusus.
Lalu, untuk ibadah shalat Tarawih selama bulan Ramadhan, ia biasanya pergi menuju mushala kampus yang jaraknya tidak jauh dari apartemen.
Ia mengatakan jika sedang memiliki banyak waktu luang, ia akan pergi ke masjid yang lebih besar di tengah kampus atau surau berisi komunitas orang-orang Indonesia.
"Ada juga surau yang suasananya memang seperti di Indonesia. Sekitar 7 kilometer dari apartemenku, 30 menitan. Di sana ceramahnya pakai bahasa Indonesia, lalu ditranslate pakai bahasa Inggris," kata Arrin.
Arrin yang sebelumnya menjalani kuliah S1 di Jepang mengatakan bahwa kebersamaan berpuasa di tengah lingkungan Australia lebih terasa.
Salah satu alasannya, menurut dia, yakni karena komunitas Muslim di Melbourne lebih banyak dan beragam, tidak hanya mayoritas berasal dari Indonesia.
"Sekarang merasa lebih bareng-bareng karena orang yang berpuasa lebih banyak. Sering ditanyain sama orang-orang yang baru kenal 'How's your Ramadhan?', jadi berasa lebih diperhatikan".
Ia melanjutkan, masyarakat setempat juga lebih beragam dan toleransinya tinggi. Jika di Jepang kebanyakan yang berpuasa adalah orang Indonesia, maka di melbourne banyak orang Arab yang juga berpuasa.
Baca juga: 4 Destinasi untuk Menikmati Musim Gugur di Australia
Bahkan, dukungan selama puasa tersebut ia rasakan salah satunya dari pihak kampus. Ia mengatakan, salah seorang dosennya yang beragama Islam sering menanyakan kabar saat Ramadhan.
"Dosenku juga menginformasikan kalau ada kemudahan mengerjakan tugas selama Ramadhan. Jadi ada ketentuan khusus yang diakomodasi kampus, bukan hanya saat puasa dan bagi Muslim, tapi kondisi tertentu misalnya terkait budaya atau olahraga, ada keringanan," ia menerangkan.
Selain itu, menurutnya Pemerintah Australia cukup banyak menyediakan restoran halal dan ramah Muslim.
Baca juga: Takjil khas Indonesia yang Mudah Ditemui di Australia
"Kalau restoran (halal) di negara lain identiknya sama Turki atau India. Sedangkan di sini lebih banyak variasi restoran halal dari Korea, Thailand, dan lainnya," pungkas Arrin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.