Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapakah Penjahit Bendera Merah Putih?

Kompas.com - 17/08/2022, 10:03 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

KOMPAS.com - Bendera negara Indonesia kerap dijuluki sebagai Sang Dwiwarna (dua warna) karena terdiri dari warna merah dan putih. Di balik coraknya, bendera ini memiliki kisah tersendiri.

Fatmawati, istri Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno, adalah penjahit bendera Merah Putih menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada waktu menjahitnya, Fatmawati sedang hamil tua, sehingga ia menjalankan mesin jahit Singer dengan tangannya saja. 

“Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih,” kata Fatmawati dari buku Berkibarlah Benderaku karya Bondan Winarno (2003), dikutip dari Kompas.com, Kamis (6/2/2020).

Baca juga: Aturan Pasang Bendera Merah Putih Saat 17 Agustus

Penaikan bendera pusaka sesudah dibatjakan teks proklamasi, 17 Agustus 1945. Arsip KOMPAS Penaikan bendera pusaka sesudah dibatjakan teks proklamasi, 17 Agustus 1945.

Proses pengerjaannya dilakukan selama dua hari, hingga akhirnya bendera Merah Putih berukuran 2 x 3 meter itu dikibarkan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, pada 17 Agustus 1945. 

Dilansir dari laman Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, ukuran bendera dibuat sama dengan bendera Nippon (Jepang) pada waktu itu yakni perbandingan antara panjang dan lebar adalah 3:2.

Baca juga: Pengibaran Bendera Bawah Laut Akan Digelar di Sea World Ancol

Warna merah dan putih dari bendera tersebut memiliki arti khusus. Warna merah artinya berani, sedangkan warna putih artinya suci. 

Bendera yang dijahit oleh Fatmawati kini juga dikenal sebagai Bendera Pusaka.

Baca juga: Makna Baju Adat Buton yang Dipakai Jokowi Saat Upacara HUT Ke-77 RI

Bendera Pusaka sering berpindah-pindah

Gedung Agung, Yogyakarta DOK. Shutterstock/Sutrisno GalleryShutterstock/Sutrisno Gallery Gedung Agung, Yogyakarta DOK. Shutterstock/Sutrisno Gallery

Bendera Pusaka kerap berpindah-pindah mengikuti gejolak peristiwa di Indonesia waktu itu.

Pada 4 Januari 1946, misalnya, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karena Jakarta sudah tidak aman. Maka, Bendera Pusaka pun ikut dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung. 

Kemudian, sewaktu Belanda menguasai Yogyakarta pada 19 Desember 1948, Bendera Pusaka dipercayakan Presiden Seokarno kepada ajudan Presiden bernama Husein Mutahar.

Untuk alasan keamanan, jahitan Bendera Pusaka dilepas sehingga bagian merah dan putihnya terpisah.

Kedua bagian bendera tersebut kemudian disatukan kembali oleh Presiden Soekarno dengan mengikuti lubang jahitannya satu-persatu. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan Juni 1949 ketika Bung Karno diasingkan ke Bangka. 

Baca juga:

Kapan terakhir kali Bendera Pusaka dikibarkan?

Upacara detik-detik Proklamasi memperingati HUT Ke-76 RI yang digelar di Istana Merdeka pada Selasa (17/8/2021).YouTube/Sekretariat Presiden Upacara detik-detik Proklamasi memperingati HUT Ke-76 RI yang digelar di Istana Merdeka pada Selasa (17/8/2021).

Sejak tahun 1958, Bendera Pusaka selalu dikibarkan setiap tanggal 17 Agustus. 

Namun, Bendera Pusaka terakhir kali dikibarkan di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968 karena kondisinya yang semakin rapuh.

Sejak tahun 1969, bendera tersebut pun diganti dengan duplikatnya. 

Bendera Pusaka disimpan di Ruang Bendera Pusaka di Istana Merdeka di Jakarta Pusat, sejak tahun 1969, dilaporkan oleh Kompas.com, (7/9/2021). Bendera tersebut disimpan dalam vitrin atau lemari panjang dari flexi glass

Baca juga: HUT RI, 5 Destinasi Ini Jadi Lokasi Pengibaran Bendera Bawah Air

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com