"Saat bapak (Jenderal Ahmad Yani) keluar dari kamar, disampaikan kalau bapak dipanggil oleh Presiden ke istana," katanya.
Mendengar hal itu, Jenderal Ahmad Yani mengatakan dirinya hendak mandi dan bersiap-siap terlebih dahulu sebelum bertemu Presiden.
Baca juga: Aktivitas di Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi, Lihat Lokasi Penembakan Jenderal Ahmad Yani
Saat Jenderal Ahmad Yani kembali ke ruangan utama, ia diikuti oleh tiga orang pasukan Cakrabirawa. Ketika hendak memegang gagang pintu, salah satu anggota pasukan mengatakan kalau Jenderal Ahmad Yani tidak perlu mandi karena di istana ada kamar mandi.
Mendengar hal tersebut Jenderal Ahmad Yani marah dan menampar salah satu anggota pasukan tersebut karena dinilai tidak sopan telah mengatur dirinya.
"Satu sudah kena tampar, sisa dua orang pasukan. Saat bapak masuk ruangan, beliau ditembak dari balik pintu dengan tujuh butir peluru," kata pemandu.
Dari tujuh peluru yang ditembakkan, lima peluru menembus badan Jenderal, sedangkan dua peluru lainnya tertinggal di dalam badan Jenderal.
Lima peluru yang menembus badan Jenderal Ahmad Yani rusak karena mengenai beberapa titik lokasi. Dua peluru mengenai pajangan foto, dan tiga peluru mengenai lemari di ruang utama.
"Bapak ditembak dan jatuh ke depan dengan posisi tertelungkup. Mereka (dua pasukan Cakrabirawa) membalikkan tubuh bapak menggunakan kaki," katanya.
Kemudian Jenderal Ahmad Yani diseret melewati lorong, lalu keluar melalui pintu belakang rumah, di mana pasukan Cakrabirawa pertama kali masuk.
Peristiwa penembakan Jenderal Ahmad Yani tersebut rupanya disaksikan oleh putranya bernama Untung Mufraeni yang bersembunyi di balik tembok.
Setelah keluar dari rumah kediaman, jenazah Jenderal Ahmad Yani langsung dilarikan dan dibuang ke Lubang Buaya di Jakarta Timur.
Baca juga: Cara ke Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Naik KRL dan Transjakarta