Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/05/2023, 12:01 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gaya wisata rendah karbon mungkin belum akrab buat sebagian orang. Padahal, ini bisa jadi pilihan baru untuk bersenang-senang yang ramah lingkungan, khususnya di kota-kota besar.

Sebab, nyatanya saat berwisata, ada masalah baru yang timbul dan berdampak pada kenaikan suhu bumi.

Baca juga:

Mulai dari mobilitas wisatawan, aktivitas kuliner, akomodasi yang digunakan, hingga ke pembelian suvenir, semua menghasilkan jejak karbon.

Pariwisata sumbang emisi karbon

Seperti disampaikan Kepala bidang Data, Informasi dan Pengembangan Destinasi Disparekraf DKI Jakarta Hari Wibowo, faktanya parwisata memang menjadi salah satu penyumbang emisi global.

"Dampak kenaikan suhu rata-rata bumi sebesar 1,5-2 derajat Celcius akan meruntuhkan ekonomi dunia, salah satunya pariwisata yang merupakan 10 persen ekonomi global. Padahal, 1 dari 10 orang bergantung pada pariwisata untuk hidup," papar Hari dalam acara Wisata Rendah Karbon di Jakarta Pusat, Sabtu (29/4/2023). 

Salah satu contoh bangunan rendah karbon di SwissDezeen Salah satu contoh bangunan rendah karbon di Swiss

Selain itu, kenaikan 2 derajat celsius juga diprediksi akan menenggelamkan 80-90 persen Jakarta Utara dan menghilangkan keindahan alam Indonesia, mulai dari dalam laut hingga ke atas gunung. Itulah mengapa wisatawan perlu beralih pada praktik wisata rendah karbon.

"Kita tidak bisa dan tidak boleh memberhentikan pariwisata, tapi kita bisa mengubah cara kita berwisata menjadi lebih rendah karbon, atau ramah iklim," ucap Hari.

Upaya wisata rendah emisi

Hal ini, kata dia, sejalan dengan target pemerintah Indonesia yang berencana mengurangi 32 persen emisi karbon di tahun 2030. Lantas apa yang bisa dilakukan untuk beralih pada gaya wisata rendah karbon? Yuk simak!

1. Memilih transportasi yang lebih rendah emisi

Sebagai negara kepulauan, pesawat tentunya jadi pilihan transportasi terbaik untuk bepergian. Namun, nyatanya pesawat menyumbang 49 persen emisi karbon dalam industri pariwisata secara global.

Penumpang Kereta Api di Banyuwangi (Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan) Penumpang Kereta Api di Banyuwangi

Maka itu, Regeneratif Travel Manager Bumi Journey, Andri, mengatakan, untuk melakukan perjalanan yang masih dalam satu pulau, wisatawan bisa memilih alternatif transportasi umum lain yang lebih ramah lingkungan. Misalnya bus, atau kereta api.

"Kalau perjalanannya masih di satu pulau, atau jarak dekat, kita bisa memilih opsi transportasi lain seperti kereta api dan bus," ucap Andri dalam kesempatan serupa.

2. Naik transportasi umum

Saat berwisata, wisatawan cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang transportasi umum, ataupun berjalan kaki saat melakukan aktivitas wisata mereka.

Tampak luar bus wisata Jakarta rute BW4 Pencakar Langit, Minggu (22/5/2022) sore. Bus TransJakarta kini beroperasi setiap hari, kecuali hari Senin.KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Tampak luar bus wisata Jakarta rute BW4 Pencakar Langit, Minggu (22/5/2022) sore. Bus TransJakarta kini beroperasi setiap hari, kecuali hari Senin.

Kencenderungan ini tentu saja membawa sejumlah dampak negatif. Seperti, borosnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM), hingga berdampak pada meningkatnya kemacetan dan polusi udara, yang berujung pada makin beratnya beban lingkungan di lokasi tujuan.

Untuk itu, wisatawan bisa mulai beralih menggunakan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan, ketimbang kendaraan pribadi sebagai moda transportasi untuk aktivitas wisatanya.

3. Mengurangi konsumsi daging merah dan mengonsumsi makanan organik

Andri, menyampaikan bahwa salah satu penyumbang emisi karbon yang membuat bumi semakin panas adalah metana.

Makanan vegan yang disajikan di Burgreens, Menteng, Jakarta PusatKompas.com/Wasti Samaria Simangunsong Makanan vegan yang disajikan di Burgreens, Menteng, Jakarta Pusat

Adapun metana tersebut juga dihasilkan dari pupuk yang kerap digunakan oleh perkebunan, hingga sendawa yang dikeluarkan oleh sapi.

"Perkebunan kita umumnya pakai pupuk yang menghasilkan metana. Sendawa dan ekskresi yang dikeluarkan oleh sapi juga punya emisi yang tinggi," papar dia.

Maka itu, langkah berkontribusi dalam wisata ramah karbon, bisa dimulai dari mengurangi konsumsi daging merah, serta memilih mengonsumsi makanan organik saat berwisata.

4. Memilih akomodasi di homestay lokal

Andri juga memaparkan bahwa hotel menyumbang enam persen dari total emisi yang dihasilkan oleh pariwisata secara global. Maka itu, wisatawan bisa memilih penginapan di homestay sebagai praktik bisnis wisata rendah karbon.

Rumah masyarakat yang dijadikan HomstayKOMPAS.COM/FIRMANSYAH Rumah masyarakat yang dijadikan Homstay

Dengan menginap di homestay, wisatawan juga turut berkontribusi dalam memajukan perekonomian komunitas lokal di suatu daerah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com