Dikarenakan keterbatasan lahan pemakaman di samping gereja maka jenazah yang boleh dimakamkan di sini hanyalah jenazah yang para pendahulunya sudah pernah dimakamkan sebelumnya.
Jika jenazah memiliki pendahulu yang sudah dimakamkan sebelumya maka pendahulu tersebut akan digali dan jenazah akan ditumpuk di atasnya.
"Kalau ada yang meninggal, pasti ditanya dulu, apakah ini makam pertama kali? Kalau ini makam pertama, maka tidak boleh dimakamkan di sini dan harus cari tempat lain," katanya.
Keberadaan makam orang tugu yang ditumpuk dapat dilihat dari makam yang di atasnya terdapat lebih dari satu batu nisan.
Di antara semua makam yang ada di samping Gereja Tugu, diketahui makam tertua yaitu makam Pendeta Leimena yang sudah ada sejak tahun 1890.
Baca juga: Rabo-rabo, Tradisi Tahun Baru Kampung Tugu Jakarta
Gereja Tugu yaitu rumah ibadah orang tugu yang didirikan pertama kali pada tahun 1676-1678.
Gereja ini sempat hancur saat peristiwa Geger Pecinan sekitar tahun 1740, kemudian dibangun kembali pada tahun 1740-1744.
Pembangunan gereja pada 1740 ini mendapat bantuan dana dari seorang tuan tanah kaya dari Batavia bernama Justinus van der Vinch.
"Bentuk bangunan Gereja Tugu ini terinspirasi dari gereja-gereja kuno yang ada di pedesaan Belanda," kata Yuli.
Baca juga:
Yuli menuturkan, seluruh ornamen yang ada di Gereja Tugu masih asli sejak pembangunan terakhir tahun 1740. Kecuali bagian lonceng gereja, mengingat lonceng tersebut sudah rapuh termakan usia.
"Salah satu bukti bahwa gereja ini ialah gereja kuno, loncengnya tidak berada di dalam gereja, melainkan di luar gereja," katanya.
Ia melanjutkan, selain difungsikan untuk memanggil orang tugu beribadah, lonceng gereja ini juga difungsikan untuk memberitahu jika ada salah satu orang tugu yang meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.