JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak jauh dari tujuh patung Pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur, terdapat sebuah cungkup berubin hitam dan bertiang empat.
Cungkup tersebut melindungi sebuah sumur kecil yang dikelilingi tanah, marmer putih, dan untaian rantai merah-putih. Sumur itulah yang bernama Sumur Maut, atau kerap dikenal sebagai Sumur Lubang Buaya.
Baca juga:
"Ini yang kita sering luruskan kalau pada saat mandu. Jadi orang di luar bilangnya Lubang Buaya, (tapi) Lubang Buaya itu nama desanya. Tapi kalau setelah kita sampai di sini, ini sumur yang sekarang dikenal dengan Sumur Maut," jelas Baur Bin Info Monumen Pancasila Sakti, Serma Muhammad Soleh kepada Kompas.com, Selasa (12/9/2023).
Pada 1 Oktober 1965, sumur berkedalaman 12 meter dan berdiameter 75 sentimeter ini menjadi tempat dimasukkannya tubuh enam jenderal dan satu perwira pertama TNI AD.
Berdasarkan Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, ada tujuh Pahlawan Revolusi yang dimasukkan ke dalam Sumur Maut pada 1 Oktober 1965.
Rinciannya adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, dan Mayjen S. Parman.
Selanjutnya ada Brigjen D.I. Pandjaitan, Brigjen Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Czi Pierre Tendean.
"Jadi yang ada di situ tujuh (patung Pahlawan Revolusi), itu yang dimasukkan ke dalam sumur ini. Jadi enam jenderal, satu perwira pertama. Kadang di luar bilangnya tujuh jenderal, salah," terang Soleh.
Ia melanjutkan, pada waktu itu ada satu jenderal yang lolos yakni Jenderal A.H. Nasution. Ia selamat pada saat proses penculikan.
Baca juga:
Di sisi atas Sumur Maut terdapat batu bertuliskan kalimat dalam ejaan lama. Berikut bunyinya:
"Tjita2 perdjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pantja Sila tidak mungkin dipatahkan hanja dengan mengubur kami dalam sumur ini. Lobang Buaja - I October 1965".
Tulisan tersebut masih terbaca hingga saat ini, namun pengunjung harus lebih sedikit mendekat ke arah sumur. Harap diingat bahwa pengunjung dilarang duduk-duduk di tepi sumur.
Soleh mengatakan bahwa Sumur Maut ini dulunya adalah sumur biasa milik seorang penduduk bernama Bambang Harjono.
"Sumur ini dulunya sumur biasa, miliknya Bambang Harjono yang punya rumah ini (Rumah Serambi Penyiksaan)," ujarnya.
Layaknya sebuah sumur, dulunya sumur ini digunakan sebagai tempat cuci pakaian dan tempat mandi.
Sebagai informasi, Rumah Serambi Penyiksaan termasuk dari tiga rumah bersejarah di kompleks Monumen Pancasila Sakti. Di rumah tersebut terdapat diorama yang mengilustrasikan empat Pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965.
Baca juga:
Di salah satu sisi Monumen Pancasila Sakti, tepatnya di Gedung Paseban, terdapat Ruang Pameran Foto yang berisi dokumentasi proses pengangkatan jenazah ketujuh Pahlawan Revolusi pada 4 Oktober 1965.
Menurut Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, penemuan lokasi peristiwa tersebut berkat informasi dari Agen Polisi Tingkat II, Sukitman yang turut diculik tahun itu, namun berhasil meloloskan diri.
Penemuan sumur juga cukup sulit karena sudah diuruk dan ditanami pohon pisang.
Adapun proses pengangkatan jenazah dilakukan oleh pasukan RPKAD dan KIPAM (Kesatuan Intai Para Amphibi) KKO AL pimpinan Kapten KKO Winanto. Peralatan utama yang dipakai untuk mengangkat jenazah berupa peralatan selam dan tali tambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.