Terletak di sisi utara Tunisia, di daerah perbukitan sekitar 20 kilometer dari Tunis, ibu kota negara bekas jajahan Perancis itu, Sidi Bou Said hanya sebuah kota kecil. Bahkan, tak sedikit yang menyebutnya sebagai sebuah desa.
Namun, setiap hari, ribuan orang terutama kaum muda Tunisia dan wisatawan asing mengunjunginya, dengan berjalan kaki sepanjang tak kurang dari 2 kilometer. Mereka menapaki bukit untuk menikmati lepas pantai Teluk Tunisia dan Pelabuhan Sidi Bou Said yang menawan.
Selain warna hijau dari tetumbuhan yang merindangi sepanjang jalan, berbagai bangunan bergaya andalusia atau mediterania klasik di sepanjang Rue (Jalan) Habib Thameur menuju Avenue de L’Environnement, jalur pejalan kaki wisatawan di Sidi Bou Said, didominasi warna putih dan biru. Warna putih pada dinding, dan warna biru pada pintu, jendela, atau ornamen gedung yang umumnya telah berusia tua. Sejumlah bangunan di kawasan ini, yang sampai kini masih berpenghuni, dibangun pada abad ke-10.
Pertumbuhan bangunan di daerah itu diyakini semakin berkembang pada abad ke-13, ketika seorang sufi yang bernama Sayyid Abu Said Kalafa ibn Yahya al-Temimi al-Beji menetap di perbukitan itu. Desa yang terletak tak jauh dari kawasan yang pernah menjadi pusat pemerintahan Romawi di Afrika Utara, Carthage, itu kemudian dinamai Sidi Bou Said.
Baru pada awal abad ke-20, saat Perancis menduduki Tunisia, berbagai bangunan tempat peristirahatan menjamur di wilayah itu. Sidi Bou Said pun tumbuh menjadi tempat pelancongan, dan kawasan elite di Tunisia.
Warna alam
Dalam buku Tunisia: Art, History, Culture A Wonderful Journey in A Magic Land (2010) disebutkan, tahun 1912 seorang kaya di Inggris, berasal dari Peranncis, Rodolphe d’Erlanger, mengunjungi Sidi Bou Said. Ia terpesona dengan keindahan kota kecil itu, dan membangun rumah mewah yang dinamai Dar Nejma Ezzahra (rumah bintang dari Venus).
”Warna putih dan biru itu merupakan warna alam. Apa pun yang ada di Sidi Bou Said adalah kembali pada alam,” jelas Mohammed Oussama Ben Yedder dari Badan Nasional Turisme Tunisia (Office National du Tourisme Tunisien).
Bangunan Dar Nejma Ezzahra, yang juga didominasi warna putih dan biru, kini menjadi salah satu obyek tujuan wisata di Sidi Bou Said. Bangunan tersebut dikenal sebagai Istana (Palace) Baron d’Erlanger.
Wisatawan yang datang ke Sidi Bou Said, terutama dari Tunisia, adalah kaum muda. Hal itu, bisa jadi, karena lokasinya yang berbukit, dan orang harus berjalan kaki menanjak, sehingga orang tua akan kesulitan.
Lokasi wisata yang berbukit, dingin, dan dipuncaki dengan pemandangan biru laut lepas terasa lebih cocok untuk kaum muda, apalagi yang tengah mencari tempat romantis.
Sidi Bou Said sesungguhnya mirip dengan kota kecil tujuan wisata di perbukitan atau gunung di Indonesia, seperti di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta; Puncak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat; atau Baturraden di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Namun, pola dan warna yang sama dari masa lalu yang sengaja dipertahankan, sehingga mempunyai nilai sejarah dan kearifan lokal, menjadi kekuatan Sidi Bou Said. Sebagian besar dari sekitar tujuh juta wisatawan asing yang setiap tahun mengunjungi Tunisia pasti berkunjung ke Sidi Bou Said.