BIAK, KOMPAS.com - Puasa adalah salah satu bentuk menunaikan ibadah bagi umat Muslim. Bukan hal mudah untuk menahan segala hawa nafsu, apalagi jika sedang menjalani aktivitas berat di tempat yang cukup ekstrem.
Seperti awak dan penumpang KM Gurano Bintang, kapal milik WWF Indonesia yang sedang melakukan Ekspedisi Saireri di wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Yapen dan Biak, Papua, pada 5 Juni-21 Juni 2016.
“Sudah bolong tiga kali karena tak bangun sahur dan kegiatannya padat,” ungkap Suparta, bagian dokumentasi Ekspedisi Saireri. Dua kali berpuasa di tengah laut Papua, membuat Suparta harus menyesuaikan kondisi lingkungan alam dan masyarakat.
“Tantangannya juga tak semua orang di kapal Muslim, jadi ketika pulang dari kegiatan, semua orang makan dan minum jadi tergoda juga. Sesungguhnya godaan terbesar di kapal itu karena lingkungan Muslim minoritas. Kegiatan juga mempengaruhi karena di sini lebih panas daripada Jakarta. Bikin cepat lelah,” ungkap Suparta.
“Ini pertama kalinya berpuasa di tengah lautan Papua, menjelajahi hutan dan lautan dengan jalur yang cukup terjal dan menantang. Selain cuaca yang panas, puasa kali ini semakin teruji karena berpuasa di tengah minoritas. Tapi ya dinikmati aja," ungkap Anita sambil tertawa.
Meski mengaku rindu suasana berpuasa dengan keluarga, kebersamaan rekan sesama peserta ekspedisi ternyata cukup mengobati. Apalagi bisa merasakan makanan khas Papua. “Senang juga dapat berbuka dengan kuliner khas Papua, papeda dan kuah ikan kuning, beda sensasinya” tutur Anita.
Lebih beruntung dari Suparta dan Anita, ada Bardin Tandiono, kapten KM Gurano Bintang. Kapten Bardin sudah terbiasa berpuasa di tengah laut.
Meski begitu Bardin tetap merindukan satu hal. “Saya kangen dengan keluarga, terutama si ibu bidan cantik,” kata Bardin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.