Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (16)

Kompas.com - 27/03/2008, 07:10 WIB

Sehabis makan, orang-orang dari Langar segera kembali ke mobil untuk meneruskan perjalanan ke Murghab. Saya memilih tinggal di stolovaya, warung gelap dan asing ini. Pilihan gila? Bisa jadi. Tetapi saya benar-benar ingin mengintip  Kyrgyzstan dari bias-bias sinar cahaya para supir truk yang mulutnya menebar aroma vodka.

Untung di antara sepuluhan penginap di stolovaya ini, ada satu orang Tajik. Satu-satunya orang yang bisa saya ajak ngobrol. Namanya Dudkhoda, orang desa dari Shegnon yang menumpang gratisan truk orang Kirghiz  sampai ke Murghab. Dudkhoda berjanji akan membawa saya turut serta bersama supir-supir Kirghiz esok pagi sampai ke Murghab.

Orang Kirghiz berbeda perawakannya dengan orang Tajik. Kalau orang Tajik lebih mirip orang Eropa, berhidung mancung, bermata lebar, berambut sedikit pirang, bahkan ada beberapa yang berbola mata hijau dan biru, maka orang Kirghiz lebih mirip orang Mongol. Hidungnya datar, matanya kecil, tulang pipinya tinggi. Bahasa Kirghiz terdengar sangat berat dan kasar, penuh suara monoton yang kalau bicara harus memonyong-monyongkan bibir dan menggaruk-nggaruk kerongkongan. Bahasa Kirghiz sama sekali berbeda dengan Bahasa Tajik. Bahasa Tajik mirip bahasa Persia di Iran. Bahasa Kirghiz malah berkerabat dengan Bahasa Turki.

Yang menjadi bahasa pemersatu di stolovaya mungil ini justru bahasa Rusia. Agak aneh, sebab Moskwa lebih dari lima ribu kilometer jauhnya dari sini. Tetapi, itulah kenyataannya. Bahasa Rusia masih menjadi satu-satunya alat komunikasi di tempat terpencil di balik lekukan gunung-gunung tinggi ini.

Dengan bahasa Rusia yang terbatas plus gurauan-gurauan konyol, saya berhasil menjalin persahabatan dengan supir-supir Kirghiz itu. Mereka menawari vodka, tetapi saya lebih tertarik belajar bahasa Kirghiz dari mereka.

            "Atyng kim?", nama kamu siapa. Kedengarannya tak susah juga. Wanita gemuk dan galak pemilik stolovaya meminjami saya buku pelajaran bahasa Kirghiz milik anaknya yang masih duduk di bangku SD.

Saya membolak-balik buku itu. Semuanya dalam bahasa Kirghiz, ditulis dalam huruf-huruf Rusia. Bab pertama, "Ata mekenim Kyrgyzstan". Tanah airku Kyrgyzstan. Saya bersorak bangga. Saya berhasil mengucapkan kalimat pertama saya dalam bahasa Kirghiz. Para supir truk tertawa senang. Pemilik stolovaya yang judes pun ikut tersenyum. Buku mungil yang sobek di sana sini itu nampak sangat menarik. Ada bab tentang lagu kebangsaan, bendera, lambang negara Kyrgyzstan, juga kisah tentang Manas, gunung-gunung tinggi di negara itu, dan kota-kota industri di sana. Sepertinya ini buku geografi, dan memang terbitan negara tetangga.

Belakangan saya tahu, etnik Kirghiz yang tinggal dan menjadi warga negara Tajikistan diberi kebebasan untuk belajar dalam bahasa sendiri, di samping harus bisa bahasa Tajik. Buku-buku pelajaran bahasa Kirghiz semua didatangkan langsung dari Kyrgyzstan, penuh dengan pesan moral dan semangat kebangsaan negara tetangga. Anak ibu gemuk yang paling besar, Nasir, 10 tahun, lancar menyanyikan lagu kebangsaan Kyrgyzstan. Sebagai penduduk Tajikistan, bahasa Tajiknya sangat terbatas. Tidak heran, sebab di Alichur, yang hampir semua penduduknya dalah suku Kirghiz, bahasa Tajik tidak laku.

Malam semakin larut. Alichur, padang gembala di pedalaman Pamir, telah menawarkan secuplik Kyrgyzstan kepada saya yang masih mengembara di Tajikistan. Dalam kegelapan total, di balik selimut tebal di atas lantai warung yang keras dan bau, saya terus membatin sambil menggumam, "Ata mekenim Kyrgyzstan... ata mekenim Kyrgyzstan..."

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com