Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Tradisi dalam Satu Atap

Kompas.com - 17/03/2010, 17:33 WIB

Mudahkah tinggal satu atap dengan dua budaya bangsa yang berbeda? Saya memberikan segudang nasihat kepada teman dekat saya yang memutuskan menikah dengan pria bule dan tinggal di negeri suami. Pikirkanlah segala konsekuensinya matang-matang. Sungguh, butuh perjuangan keras untuk hidup di tengah arus prinsip dan kebiasaan yang berbeda.

Saya sering mendengar keluhan wanita Indonesia yang tinggal di negeri asing ini. Berikut beberapa keluhan mereka:

“Duhhhhhh, ternyata hidup di luar negeri itu enggak enak banget sih. Enggak ada pembantu. Semua dikerjakan sendiri. Pegel deh, badan sampai remuk.”

“Capek-capek sekolah sampai master, eh larinya jadi ibu rumah tangga total euy! Padahal, di Jakarta gue udah jadi manager, eh di sini kerja yang ditawarin cuma jadi kasir atau bebersih, kebangetan banget sih...!”

“Aku kangen sama perawatan tubuh kayak di Indonesia, lulur, meni-pedi, creambath. Di sini mau ke salon aja kudu puluhan euro. Udah gitu, enggak ada yang namanya creambath. Payah deh!”

Keluhan manja seperti itu memang menjadi makanan sehari-hari dalam kehidupan wanita Indonesia di negeri orang. Wanita Indonesia yang biasa dilayani di tanah air, di negara suami kebanyakan harus siap bekerja keras.

Lupakan yang namanya asisten rumah tangga, karena harga servis  mereka di sini dihitung per jam, sekitar 15 euro hingga 20 euro satu jamnya.  Saya baru bisa punya asisten rumah tangga setelah 10 tahun hidup di sini. Itupun hanya datang seminggu sekali, karena sanggupnya memang segitu.

Keluhan itu hal yang lumrah. Saya pun termasuk orang yang pernah mengeluhkan hal yang sama.

Benturan lain yang kerap terjadi adalah dalam soal interaksi di rumah. Teman saya bercerita, betapa ia kaget dengan perilaku suaminya yang selalu bersuara keras, seperti orang marah-marah, saat menyatakan sesuatu yang tak mengenakkan hatinya. Bila ada silang pendapat harus selalu diselesaikan tuntas, tak ada yang namanya ngambek, diam, tutup mulut.

Teman saya itu selalu diprotes karena dianggap terlalu lembek dan tak mandiri. Ia mengatakan, betapa enaknya tinggal di Jakarta dengan asisten rumah tangga yang selalu siap melayani dari pagi hingga malam. Di negeri suami, segala urusan rumah tangga diselesaikannya sendiri, mulai urusan cucian, bersih-bersih rumah, hingga urusan anak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com