Upacara adat
Selain dikenakan dalam kegiatan sehari-hari, kain Sumba juga menjadi bagian dalam berbagai upacara adat.
Umbu Charma, perajin kain Sumba dari Rende, Sumba Timur, mengatakan, kain Sumba digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pemakaman.
Dalam upacara pemakaman merapu, kain Sumba digunakan untuk membungkus jenazah. ”Untuk bangsawan, kain yang dibutuhkan sekitar 100 lembar, sedangkan untuk warga biasa, kain yang dibutuhkan 10-15 lembar,” kata Umbu.
Memesona dunia
Meski tak banyak generasi muda yang tertarik melestarikan kain Sumba, di antara daerah penghasil tenun ikat lungsi di Tanah Air, tenun ikat Sumba merupakan yang paling menarik perhatian dunia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya kain Sumba yang menjadi koleksi sejumlah museum dan kolektor di luar negeri.
Salah satunya seperti yang terdapat di Museum Basel, Swiss. Kepala Museum Tekstil, Jakarta, Indra Riawan dalam pembukaan pameran wastra Sumba beberapa waktu lalu mengatakan, Museum Basel memiliki koleksi 5.000 lembar kain tradisional Indonesia dan 2.000 di antaranya merupakan kain Sumba. Kain tenun Sumba, tambah Indra, juga banyak dimiliki sejumlah kolektor dan museum di Belanda, Australia, serta Amerika Serikat.
Pemerhati kain, Judi Achmadi, memaparkan, kain Sumba mulai menarik perhatian masyarakat Eropa pada akhir abad ke-19. Mereka sangat tertarik dengan kain Sumba karena memiliki ragam hias dengan desain yang tegas, kaya warna, dan mudah dikenali.
Masyarakat Eropa yang terpesona kemudian membawa kain Sumba untuk dijadikan hiasan yang digantung di dinding rumah, diselempangkan di tempat tidur, dan dibentangkan di atas meja atau tempat tidur. Beberapa di antaranya kemudian juga menjadi koleksi museum. Sampai kapan keindahan kain Sumba hanya dikagumi masyarakat bangsa lain? (Dwi As Setianingsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.