Era modern dan sisa zaman purba bertetangga di Kabupaten Maros, tidak jauh dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Hanya satu jam berkendaraan dari Makassar, kami tiba di Sungai Pute yang menjadi pintu masuk untuk rendezvous ke masa purba.
Di sebuah dermaga kecil di bawah Jembatan Pute yang menghubungkan Jalan Raya Trans-Sulawesi, Kamaruddin (34) dan Daeng Saing (40) menyiapkan katinting (perahu kayu) berkapasitas 5-10 orang petang itu. Dengan perahu itulah kami menyusuri alur Sungai Pute menuju kawasan karst Rammang-Rammang yang masuk ke wilayah Kecamatan Bontoa, Maros.
Sungai yang menghubungkan laut dan daerah perbukitan karst itu mengalir tenang. Di sepanjang sisi sungai, pohon bakau dan nipah tumbuh subur menjelma hutan. Akarnya melingkar-lingkar dan menghunjam kuat ke dalam tanah. Satu-dua nelayan terlihat menebar jaring di sana, mencari ikan, udang, dan kepiting sungai yang gurih dagingnya.
Semakin bergerak ke hulu, suasana yang ditawarkan semakin asing. Air sungai nyaris tidak bergerak, terpaku oleh bongkahan-bongkahan batu karst yang menyeruak dari dasar sungai. Kamaruddin mematikan mesin agar perahu tak menerjang bongkahan karst yang tajam dan sebagian bersembunyi di bawah air. Sepi langsung membekap hingga desir angin dan kepak burung belibis terdengar jelas di telinga.
Saing yang duduk di haluan (bagian depan perahu) tanpa suara memberikan aba-aba kepada Kamaruddin yang duduk di buritan (belakang perahu). Jika tangan kanan yang melambai, perahu berbelok ke kanan. Tangan kiri bergerak, perahu berbelok ke kiri. Jika Saing mengepalkan tangan, Kamaruddin menghentikan perahu. Saat itulah Saing berpikir singkat untuk menentukan celah bebatuan mana yang akan dilalui perahu.
Lepas dari sebuah tikungan, tebing karst besar menutup hampir sebagian lebar sungai. Di tengah tebing itu ada celah sempit membentuk terowongan pendek yang hanya bisa dilalui satu perahu. Di dinding atas dan dasar terowongan, kita bisa menyaksikan bagaimana alam mengukir bebatuan menjadi stalaktit dan stalagmit nan indah.
Bagaimana alam membentuk kawasan karst yang menawan itu? Guru Besar Geologi Universitas Hasanuddin Imran Umar memperkirakan, kawasan karst di Sulsel terbentuk sekitar 56 juta-18 juta tahun yang lalu, yakni pada zaman periode Eosen sampai Miosen. Pada periode tersebut, Lempeng Australia mulai menumbuk tepian paparan Sunda dari arah tenggara. Akibatnya, muncul banyak retakan penyesaran di batuan karbonat. Selanjutnya terjadilah proses pembentukan menara karst berikut goa-goanya (Kompas, 1/9/2012).
Diperkirakan ada 286 leang (goa) ukuran besar yang terbentuk di kaki atau tubuh menara karst Maros-Pangkep. Sebagian menjadi rumah bagi ribuan kelelawar dan hewan-hewan yang senang ”bergadang”. Ketika senja tiba, kita bisa melihat kawanan kelelawar beterbangan dari sarangnya untuk mencari makan. Saat itulah, langit di atas menara karst dipenuhi noktah hitam yang bergerak cepat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.