Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertualang Sekaligus Belajar dari Alam

Kompas.com - 27/05/2014, 10:33 WIB

Alfath meninggalkan ibunya, Noorna Hindayati (41), manajer salah satu biro perjalanan di Sumedang. Ia lalu memanjat batu tinggi besar berukuran 6 meter. Butuh sekitar 10 menit memanjat sebelum akhirnya ia berdiri bangga di puncak. ”Saya sudah tiga kali ikut seperti ini. Di sekolah biasanya suka saya ceritakan kepada teman-teman. Bangga karena tidak ada teman lain seperti saya,” kata Alfath.

Noorna dan Alfath harus menempuh perjalanan 40 kilometer dari Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, menuju Museum Geologi Bandung, titik keberangkatan rombongan. ”Ia selalu ingin ikut meski kadang sangat jauh. Terakhir, kami sembilan jam di atas truk menuju Curug Citambur. Bukannya kapok, malah minta ke sana lagi,” kata Noorna.

Perjalanan jauh juga bukan halangan Endah Purnami (39), yang bermukim di Batam, Kepulauan Riau. Empat tahun terakhir, petualangan ke alam bersama MataBumi tak pernah dilewatkannya. ”Saya sengaja ambil cuti saat hari Minggu atau Sabtu pas ada jadwal jalan dengan MataBumi,” katanya.

Sejauh ini, ia mengunjungi kawasan perkebunan Rancabali, situs megalitik terbesar Asia Tenggara Gunung Padang, hingga air terjun indah dan alami di Curug Citambur. Perjalanan ke anak Sungai Citarum kali ini membuat Endah dan banyak peserta lain terkaget-kaget, tak menyangka masih ada bagian Sungai Citarum yang bersih.

”Ternyata ada juga aliran Sungai Citarum yang bersih dan tidak bau,” kata Zamzam Tanuwijaya (49), pengajar di Fakultas Teknik Geodesi ITB.

Beberapa anggota komunitas, termasuk Kenshi, bersukaria berenang di Sungai Citarum. Maklum, sehari-hari warga Kota Bandung hanya bisa melihat Citarum sebagai sungai kotor dan bau. Citarum memang dikenal salah satu sungai paling tercemar di Indonesia. Lebih dari 500 pabrik menggelontorkan limbah ke alirannya.

”Seandainya seluruh aliran Citarum bisa sebersih ini, alangkah indahnya. Andai semua orang punya kesadaran untuk menjaga sungai ini,” kata Yeni Zamzam (39), dokter yang praktik di klinik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, berandai-andai.

”Tidak hanya menikmati keindahan alam, perjalanan ke alam ini memang dimaksudkan menanamkan kesadaran menjaga alam,” kata Bachtiar. ”Kami bersenang-senang sembari menyerap ilmu bersama alam. Kadang-kadang ilmu pengetahuan lebih mudah dicerna jika disampaikan dengan sukacita.” (Ahmad Arif dan Cornelius Helmy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com