Untuk menebus kesalahan, ia mendirikan museum keramik. Museum gratis itu tidak hanya dikunjungi orang Natuna, tetapi juga dari luar Natuna. ”Kadang memang tutup kalau saya harus ke kebun atau ada pekerjaan lain. Saya mana kuat bayar penjaga profesional,” tutur Zaharuddin yang mengatakan, museumnya menjadi salah satu rujukan pelajaran sejarah bagi siswa Natuna dan peneliti dari sejumlah lembaga.
”Sekarang kalau mencari kapal karam, saya hanya melakukan karena dua alasan, membantu para peneliti atau membantu pembuatan film dokumenter,” tuturnya.
Seperti halnya tempat wisata di Ceruk, mengelola museum keramik juga banyak tantangan. Ia pernah berhenti langganan koran karena sudah setahun menunggak tagihan. Sementara tagihan listrik dibayar setiap beberapa bulan. Untuk membersihkan museum dan koleksinya, sesekali ia dibantu relawan.
Tantangan itu tidak membuat Zaharuddin putus asa. Ia yakin semua tantangan itu layak selama anak-anak Natuna bisa berwisata dan belajar tentang alam dan kekayaan kabupaten itu. (Kris Razianto Mada)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.