Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Jelaga Jatuh

Kompas.com - 08/10/2015, 10:14 WIB
Stanis Rande (51), kerabat dalam suku Ngujul lainnya, mengatakan, selama masa kampanye pemilihan kepala daerah atau pemilihan legislatif, mbaru embo selalu ramai dikunjungi para calon. ”Biasanya, mereka lorang terlebih dulu sebelum melakukan kegiatan kampanye di wilayah Elar Selatan atau kawasan lain di Manggarai Timur,” kata Stanis.

Ritual lorang lazimnya didahului pemberitahuan sang tamu kepada tetua penunggu mbaru embo agar menyiapkan berbagai kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan itu antara lain berupa kayu bakar untuk menyalakan api, tuak, dan hewan kurban berupa ayam.

Tak ada patokan jumlah uang atau harga yang harus diserahkan tamu ketika ritual lorang dilakukan. ”Memang tidak ada patokan. Hanya saja, tamu umumnya tahu berapa besar nilai uang yang sepantasnya diserahkan. Sebab, lorang harus dilakukan dengan menyediakan tuak, ayam kurban, dan lainnya” kata Kornelis Sambi, tetua lain di Langga Sai.

Penerawangan

Sebagaimana dijelaskan Yosef Karleti, menerawang tanda-tanda ujung perjuangan melalui lorang di mbaru embo setidaknya melalui peristiwa. Diyakini, tanda-tanda baik langsung kuat membayang jika ungan atau serpihan jelaga tiba-tiba jatuh menimpa kepala atau bagian lain tubuh tamu.

Media lainnya adalah penerawangan melalui gumpalan daging hati ayam kurban. ”Melalui gumpalan daging hati ayam itu, tetua mbaru embo biasanya bisa langsung memastikan mimpi sang tamu akan terwujud atau masih tertunda,” ucap Yosef.

Seperti sebelumnya, Yosef tetap keberatan merinci identitas tamu calon bupati yang ”tertimpa” jelaga ketika lorang di mbaru embo. Ia hanya menyebutkan peristiwanya terjadi sekitar tahun 2008. Ketika lorang sedang berlangsung, tiba-tiba ungan (jelaga) jatuh menimpa si tamu.

”Saat itu juga tetua langsung memastikan, sang tamu akan menjadi bupati selama dua periode, dan penerawangan itu benar-benar terwujud,” katanya.

Sebagaimana lazimnya sejak leluhur, mbaru embu hanya dihuni seorang tetua utama. Saat ini, penghuni tunggalnya adalah Dominikus Nenu (76). Ia praktis lebih sering berpisah dengan istri dan keluarga yang menempati rumah lain di sekitarnya.

Dalam rumah adat itu tersimpan sejumlah benda sakral, misalnya benda bernama ngguk dan jenggok, alat timba dari bambu peninggalan leluhur. Lainnya, bonggo, yakni penampung tuak dari sejenis labu yang telah dikeluarkan daging buahnya. Ketiga wadah yang telah berusia sangat tua itu tergantung di lele, yakni potongan kayu berpengait dan terikat di tiang di atas tungku api.

Benda sakral lain adalah ulu nggerang, yakni benda bulat sebesar kepala manusia dalam balutan ijuk. Konon, isinya kepala manusia. Ada pula pedang pusaka yang disebut puru tasik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com