Anom masih tetap tampil dengan setelan jas rapinya, sedangkan Anto dengan pakaian "dinas"nya yakni seragam juru masak.
Kedua pekerja asal Indonesia ini sama-sama mengaku suka melanglangbuana dan sengaja memilih kapal pesiar untuk mendapatkan penghasilan sekaligus menambah pengalaman dan pergaulan sesama pekerja dari negara lain.
Anom pernah bekerja di kapal pesiar yang melayani rute Eropa sebelum pindah kerja di Costa Victoria yang bermarkas di Singapura. Atmosfer dan tamu yang dihadapi diakui keduanya berbeda antara melayani orang Eropa dan Asia.
"Orang Eropa beda dengan orang Asia. Kalau Eropa tegas, tanpa basa basi. Kalau Asia jelas ramah," kata alumnus Sekolah Pariwisata Dhyana Pura di Denpasar, Bali, ini.
Sementara Anto sudah 9 tahun bekerja di kapal pesiar sebagai juru masak. Lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata di Yogyakarta ini sebelum bekerja di Costa Victoria terlebih dahulu bekerja di kapal pesiar rute Amerika Selatan, Eropa dan Mediterania.
"Masakan Eropa beda dengan Asia. Penyajiannya pun beda. Dari sisi bumbu, kalau masakan Eropa jarang pakai rempah. Makanan Asia pakai rempah. Dari sisi penyajian, kalau orang Eropa makannya lama. Menunya banyak. Sedangkan Asia persiapan cepat," tutur Anto.
Anom menambahkan, menu yang ditampilkan tergantung rute kapal saat itu. "Kalau berlayar ke Shanghai atau Jepang, maka menunya juga beda-beda," kata laki-laki kelahiran Singaraja yang memiliki dua anak ini.
"Ikuti selera tamu lah," sambung Anto.
Menurut Anto, di Costa Victoria total ada 150 juru masak yang berasal dari berbagai negara seperti dari Indonesia, Filipina, dan India.
"Semua jenis makanan harus bisa. Mau Western atau China harus bisa. Syaratnya harus mau belajar. Di Asia kan ada Costa Victoria, Costa Serena, dan Costa Antartica. Kita dapat menu dari pusat. Semua tergantung pasar. Kepuasan tamu lebih penting," kata Anto.
"Masak nasi goreng dan sate ayam sudah wajib. Kita modifikasi sesuai selera tamu," ujar Asisten Chef ini sembari tersenyum.
Rata-rata kontrak bekerja di kapal pesiar berkisar 8-9 bulan. Selama masa kontrak mereka tetap bekerja di kapal melayani tamu.
Bicara cita-cita, Anto mengaku memiliki keinginan sederhana yakni ingin punya warung pecel ayam. "Punya tiga (warung) saja sudah cukup," katanya.
Filosofi hidup Anto tidak muluk-muluk, cuma mengalir saja. "Hidup ini mengalir saja, tak ada paksaan. Nikmati hidup dan tetap memiliki ambisi. Orang Asia kan bekerja mulai dari bawah," tutur Anto.