Begitu langit benar-benar gelap dan cahaya matahari perlahan surut, gemuruh sorak-sorai, tepuk tangan, dan pukulan salakatok atau kenthongan memecah keheningan.
Eko Sunardi (29), pengunjung asal Jawa Timur, mengatakan, selama hidupnya belum pernah melihat gerhana, baik bulan maupun matahari. Meski tidak memiliki kacamata GMT, ia dan istrinya menggunakan lembar plastik kaca berwarna hitam untuk melihat gerhana.
”Ini momen yang enggak boleh dilewatkan. Saya senang sekali apalagi ada ritual adatnya,” kata Eko yang bekerja di salah satu hotel di Palangkaraya.
Selain Eko, wisatawan asing yang berasal dari Jepang, Yuriko Hikamaru, datang dengan membawa berbagai peralatan, mulai dari kamera lengkap dengan berbagai ukuran lensa sampai teropong.
Ia dan teman-temannya terlihat sibuk mencatatkan berbagai macam angka dan catatan di buku yang dipegang masing-masing.
”Matahari itu dewa. Saya sangat kagum dengan ritual adat yang ada di sini. Selain itu, tari-tarian mereka yang seperti burung itu sangat unik,” ungkapnya sambil tersenyum.