Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keringat "Buto" untuk Tanah Air

Kompas.com - 13/09/2016, 10:15 WIB

TIGA buto atau raksasa mengepung seekor macan hitam yang berusaha sekuat tenaga melarikan diri. Buto-buto itu marah besar karena macan hitam tersebut merusak lahan mereka. Tak bisa berkutik akibat dikepung, macan hitam itu pun menyerah dan dibawa pergi oleh para buto.

Orang-orang yang berkerumun di trotoar di depan pusat perbelanjaan Lot 10, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (3/9/2016) malam, pun bertepuk tangan ketika tari Jaranan Buto itu usai.

Kemudian gantian ketiga orang berkostum buto itu yang diburu dan dikepung penonton untuk diajak foto bersama. Meski masih terengah-engah, buto-buto itu melayani setiap permintaan penonton dengan antusias.

Ketiga buto dan semua pendukung tarian itu adalah warga Banyuwangi, Jawa Timur, yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) Malaysia. Komunitas ini merupakan kumpulan warga Banyuwangi yang bekerja dan tinggal di Malaysia. Anggotanya 200 orang, 40 orang di antaranya aktif berkesenian.

Setiap hari, selama 1-3 September 2016, mereka menampilkan tari Jaranan Buto yang merupakan kesenian khas Banyuwangi. Penampilan itu menjadi bagian dari ajang Explore Exotic Indonesia Street Festival, yaitu acara yang digelar Kementerian Pariwisata di Malaysia, untuk menarik lebih banyak wisatawan Malaysia ke Indonesia.

Demi bisa menari dalam acara itu, anggota Ikawangi yang sebagian besar merupakan pekerja bangunan di Meru, Klang, Selangor, itu harus cuti. ”Untungnya kami bisa leluasa cuti kapan saja,” kata salah satu penari, Ponirin (40).

Setiap hari selama festival, penari dan pemain musik beserta beberapa anggota keluarga mereka berangkat dari Meru menuju Kuala Lumpur dengan menggunakan bus yang disewa Kementerian Pariwisata.

Ketika sampai di mal Lot 10, mereka segera masuk ke sebuah ruangan untuk mengenakan kostum dan merias wajah. Beberapa anggota Ikawangi lainnya mengatur gamelan untuk mengiringi tarian itu.

Setiap penampilan berdurasi sekitar 30 menit dan dalam satu hari mereka bisa dua kali tampil. Penampilan mereka selalu membuat orang yang melintas di tempat itu penasaran dan kemudian terbentuklah barisan penonton yang melingkar di lokasi pertunjukan.

Bahkan, beberapa wisatawan asing tidak hanya penasaran, tetapi nekat mencolek penari saat beraksi hanya untuk meminta foto bersama.

Salah satu tokoh Ikawangi, Irzal Maryanto, bercerita bahwa pada hari pertama pertunjukan ada seorang turis yang datang dan banyak bertanya mengenai tarian itu.

Pada hari berikutnya, turis itu kembali datang dan mengajukan banyak pertanyaan. ”Benar di Banyuwangi ada blue fire, ada Kawah Ijen?” kata Maryanto menirukan pertanyaan turis tersebut.

Rupanya, turis tersebut mencari tahu lebih banyak mengenai Banyuwangi setelah menonton Jaranan Buto itu. Setelah tahu ada banyak keindahan alam di Banyuwangi, ia tertarik mengunjunginya. Ini, kata Maryanto, menunjukkan bahwa penampilan Ikawangi sebagai upaya promosi wisata telah menunjukkan hasil.

Dia mengatakan, Ikawangi Malaysia ini terbentuk pada 2014 dan telah dua kali membantu Kementerian Pariwisata berpromosi. Tugas pertama mereka adalah menari dalam acara Putrajaya International Hot Air Balloon Fiesta VIII di Putrajaya, Malaysia, Maret lalu.

Sebelum dirangkul Kementerian Pariwisata, kelompok seni dalam Ikawangi Malaysia ini kerap tampil di sejumlah hajatan yang digelar warga Malaysia, seperti perkawinan. Paling tidak dalam satu bulan ada dua kali pementasan. Selain menampilkan tari Jaranan Buto, mereka juga menampilkan kesenian campur sari.

Semua kegiatan seni itu berawal dari inisiatif Paimun (49), mantan penari Jaranan Buto di Banyuwangi yang kini bekerja di Malaysia sebagai sopir bus. Laki-laki yang menjadi TKI di Malaysia sejak 1988 itu mengajak TKI asal Banyuwangi lainnya memopulerkan Jaranan Buto di Malaysia.

KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO Wisatawan berfoto bersama seorang penari Jaranan Buto Banyuwangi di kawasan perbelanjaan Lot 10, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (3/9/2016). Tarian itu ditampilkan oleh para tenaga kerja Indonesia yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) ini menjadi bagian dari penari yang terlibat dalam ajang Indonesia Street Festival yang digelar Kementerian Pariwisata untuk menarik minat wisatawan Malaysia berkunjung ke Indonesia.
Mereka berlatih di Meru setiap akhir pekan ketika mereka libur. ”Awalnya ini jadi wadah kumpul, main gamelan, lalu menari sekalian. Ternyata banyak yang berminat,” katanya.

Awalnya, mereka patungan membuat kostum dan alat musik. Jika Paimun pulang ke Banyuwangi, ia membawa beberapa alat. Lama-lama warga Malaysia mengetahui aktivitas itu dan meminta mereka pentas di sejumlah acara.

Kewajiban

Semua uang hasil pentas lalu dikumpulkan dalam kas yang saat ini mencapai 10.000 ringgit atau sekitar Rp 32 juta.

”Uang kas itu tidak kami sentuh untuk keperluan pribadi. Uang itu kami pakai untuk keperluan sosial, seperti jika ada anggota sakit, terkena masalah hukum, menyumbang panti asuhan, atau untuk operasional kelompok seni,” ujar Paimun.

Karena itu, Paimun atau penari lain enggan ketika ditanya berapa uang yang mereka dapat dari setiap pentas. Bagi mereka, pentas itu bukan pekerjaan sampingan, melainkan kewajiban mereka agar bisa mempromosikan budaya Banyuwangi di luar negeri. Apalagi, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga sedang gencar mempromosikan destinasi wisatanya.

Selain mempromosikan kampung halamannya, anggota Ikawangi Malaysia juga punya cita- cita mulia. Jika uang kas itu sudah terkumpul dalam jumlah besar, akan dipakai untuk membangun apa saja yang dibutuhkan di Banyuwangi, terutama fasilitas umum.

Saat ini, sebagian uang kas itu baru bisa dipakai untuk menyumbang pembangunan masjid di Malaysia.

Untuk mewujudkan cita-cita itu, Paimun mengatakan, dirinya dan anggota Ikawangi lainnya berprinsip tidak memakai uang kas itu guna menambah penghasilan mereka yang pas-pasan.

Paimun mengatakan, per bulan penghasilannya tersisa Rp 3 juta setelah dipotong untuk membayar sewa rumah dan sekolah dua anaknya di Malaysia. Sementara TKI yang menjadi pekerja bangunan mendapat upah rata-rata 70 ringgit atau Rp 225.000 per hari.

Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara Kementerian Pariwisata Rizki Handayani pun bersyukur ada komunitas semacam Ikawangi.

”Kami sangat mengapresiasi mereka dan semoga kerja keras mereka menjadi inspirasi bagi TKI lain atau siapa pun yang merantau di luar negeri,” katanya.

Kerja keras dan komitmen buto-buto dari Banyuwangi itu pun membuktikan bahwa TKI bisa menyandang status baru selain sebagai pahlawan devisa negara, yaitu pahlawan pariwisata. (Herpin Dewanto) 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 September 2016, di halaman 1 dengan judul "Keringat ”Buto” untuk Tanah Air".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Pendopo Ciherang, Restoran Tepi Sungai dengan Penginapan

Jalan Jalan
Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Cara Urus Visa Turis ke Arab Saudi, Lengkapi Syaratnya

Travel Update
Pendaki Penyulut 'Flare' di Gunung Andong Terancam Di-'blacklist' Seumur Hidup

Pendaki Penyulut "Flare" di Gunung Andong Terancam Di-"blacklist" Seumur Hidup

Travel Update
10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

10 Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Cocok Dikunjungi Saat Cuaca Panas

Jalan Jalan
Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Rute Transportasi Umum dari Cawang ke Aeon Deltamas

Travel Tips
Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Australia Kenalkan Destinasi Wisata Selain Sydney dan Melbourne

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com