Tanda mengatakan, satu pemburu bisa mendapatkan 15 kalong setiap hari. Kalong dijual Rp 15.000 per ekor.
Saat Tanda berada di pangkalan perahu nelayan yang juga akses menuju habibat kalong, pemburu yang kebanyakan warga Tomoli itu tidak berani pergi menangkap kalong. Sebaliknya, saat bapak enam anak tersebut tak ada di sana, pemburu dengan bebas beraksi.
”Saya tidak jera untuk menghalau dan melarang orang menangkap kalong meski itu tidak sanggup menyelesaikan masalah,” ujar Tanda.
Bersama salah seorang anaknya, ia pernah memotong dua tiang yang dipakai untuk menambatkan tali guna menjerat kalong. Pemburu kalong itu mengamuk. Meskipun begitu, Tanda tidak kapok sembari meyakinkan orang itu bahwa kalong menjadi ikon Desa Tomoli yang harus dijaga agar suatu saat terkenal luas.
Terus berkurang
Maraknya perburuan mengakibatkan populasi kalong terus berkurang. Saat ini populasi kalong yang menetap di 5 hektar hutan mangrove di Tomoli diperkirakan berjumlah 1.000 ekor. Lima tahun lalu, populasi kalong sekitar 10.000 ekor.
Meski tidak menyebutkan angka pasti, Tanda menuturkan, empat tahun silam, saat kalong berputar-putar mengitari kawasan hutan mangrove, langit berubah sangat gelap. Binar matahari senja ditutupi sayap kawanan kalong. Kemewahan itu tidak pernah disaksikan lagi.
Terancamnya hewan itu juga bisa dilihat dari migrasi habibat. Sebelum menetap di kawasan hutan mangrove yang membentuk tanjung saat ini, kawanan kalong menghuni pulau kecil yang juga dipenuhi mangrove. Jarak pulau itu sekitar 100 meter dari habibat kalong saat ini atau 75 meter dari tepi pantai.
Tanda khawatir jika langkah tegas terhadap penangkapan kalong tidak segera diambil kawanan kalong itu bisa punah atau bermigrasi ke tempat lain. ”Kami tentu tidak mau ini terjadi,” ucapnya.
Albert Yusuf (42), warga Tomoli, yang mengaku tidak pernah memburu kalong, pernah mengusulkan kepada pemerintah desa setempat untuk menempatkan petugas khusus mengawasi perburuan kalong. Hingga saat ini usulan itu belum terwujud.
”Kami menghormati inisiatif orang tua seperti Pak Tanda. Akan tetapi, karena tidak ada kekuatan untuk melarang, orang dengan gampang tidak menghiraukan,” katanya.