Begitu Chris mengeluarkan daging dan tulang belulang wombat itu, kedua hewan tersebut menyantapnya dengan amat rakus.
"Tasmanian devil pada dasarnya adalah hewan penyendiri dan enggan berbagi makanan dengan sesamanya. Jika Anda mendengar suara dengusan itu artinya mereka mengatakan jangan ganggu makananku," papar Chris.
Baca juga : Menelusuri Sejarah Kelam Tasmania di Port Arthur
Lalu mengapa hewan ini, yang wajahnya sebenarnya tak menyeramkan, bisa mendapat julukan "devil" alias setan?
"Dulu para imigran dari Eropa yang datang ke Tasmania kerap mendengar suara aneh yang tak pernah mereka ketahui di tanah asal mereka. Dan, mereka menyangka suara-suara itu berasal dari sosok setan atau monster," ujar Chris.
Terancam punah
Hewan ini dinyatakan pemerintah Tasmania sebagai hewan terancam punah dan dilindungi karena populasinya kini paling banyak hanya mencapai 15.000 ekor di alam liar.
Berbagai hal menyebabkan hewan terancam kepunahan yaitu kalah bersaing dengan hewan pemangsa lain, perburuan, hingga tertabrak kendaraan bermotor di jalan raya.
Pada abad ke-19, para pemukim di Tasmania melakukan perburuan besar-besaran karena tasmanian devil dianggap sebagai pemangsa hewan ternak.
Pada Juni 1941, pemerintah Australia menerbitkan undang-undang yang melindungi tasmanian devil dalam upaya untuk meningkatkan populasi hewan ini.
Sebuah studi pada 2010 menyebut, bahwa dari sembilan spesies sejenis dan berukuran serupa, para pengemudi paling sulit dihindari para pengendara mobil, khususnya di malam hari.
Baca juga : Menikmati MONA, Museum Seni yang Bikin Tasmania Dikenal Dunia
Sepanjang 2001-2004 sebanyak lebih dari 3.300 ekor tasmanian devil atau hampir lima persen dari populasi hewan ini mati tertabrak kendaraan bermotor.
Bahkan kematian akibat tertabrak mobil menjadi ancaman kepunahan kedua tertinggi setelah kanker wajah atau DFTD.
Penyakit ini pertama kali diketahui pada 1996 di wilayah timur laut Tasmania dan diperkirakan menjadi penyebab utama menurunnya populasi hewan ini.
Celakanya, penyakit ini dengan cepat menular dari satu hewan ke hewan lainnya. Saat itu, obat untuk penyakit ini belum ditemukan sehingga yang bisa dilakukan adalah mengkarantina hewan yang sakit.
Namun, pada Maret 2017 dikabarkan para ilmuwan Australia untuk pertama kali berhasil menemukan obat untuk penyakit yang mematikan ini.