Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Candra Naya, Rumah Mayor China Terakhir di Batavia

Kompas.com - 28/06/2018, 22:10 WIB
Silvita Agmasari,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah rumah tua bergaya oriental nan luas, berdiri di tengah gedung hotel dan apartment di Jalan Gajah Mada Nomor 188, Jakarta Barat. Penampakan tersebut tampak tak lazim dengan daerah sekitarnya.

Seakan rumah tersebut tak disentuh oleh zaman. Di sekelilingnya pusat niaga Glodok terus bergeliat. Bangunan tua dirobohkan, berganti dengan ruko dan gedung-gedung tinggi.

"Banyak orang yang berpikir kalau rumah ini angker karena letaknya berada di tengah hotel dan apartment. Padahal rumah ini sebenarnya rumah bersejarah," jelas pemandu dari Jakarta Good Guide, Cindy, dalam acara Heritage Tour dari Archipelago International, Kamis (28/6/2018).

Rumah yang disebut Candra Naya tersebut adalah rumah terakhir Mayor China di Batavia. Zaman Hindia Belanda dulu, diangkat seseorang untuk mewakili etnisnya.

Ialah Mayor Khouw Kim An yang lahir di Batavia 5 Juni 1879. Kariernya termasuk cemerlang di pemerintahan Batavia. Pada 1905 diangkat menjadi Leutenant, 1908 dipromosikan menjadi Kapitan, dan 1910 naik pangkat lagi menjadi Mayor.

Gedung Candra Naya sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.KOMPAS.com/SHEILA RESPATI Gedung Candra Naya sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.

"Khouw Kim An ini kaya raya, punya bank dan juga toko beras. Istrinya ada 14 orang, anaknya 24 orang," jelas Cindy.

Rumah Candra Naya sekarang menurut Cindy hanyalah sepertiga luas asli rumah Khouw.

"Rumah ini sempat tidak terawat, dan waktu dibeli oleh pengembang sempat rumah ini mau dipindahkan ke Taman Mini (TMII), tetapi banyak yang memprotes kalau dipindahkan dari lokasi asli maka nilai sejarahnya akan hilang," jelas Cindy.

Candra Naya bukan sekedar kediaman keluarga Khouw. Rumah ini merekam jejak sejarah Tionghoa di tanah air.

Sebuah taman air menambah kesejukan suasana di dalam gedung Candra Naya atau Rumah Mayor yang terletak di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat. Gedung ini sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.KOMPAS.com/SHEILA RESPATI Sebuah taman air menambah kesejukan suasana di dalam gedung Candra Naya atau Rumah Mayor yang terletak di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat. Gedung ini sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.

Khouw merupakan menantu Poa Keng Hek, pendiri organisasi Tionghoa modern pertama di Hindia Belanda, Tiong Hwa Hwe Kwan.

Kala Indonesia dijajah Jepang, Candra Naya sempat menjadi kantor Sing Ming Hui, perkumpulan orang Tionghoa dengan tujuan sosial. Inilah perkumpulan yang akhirnya mencetuskan Universitas Tarumanagara.

Pasca kemerdekaan RI, peraturan nasionalisasi nama membuat Sing Ming Hui berubah nama menjadi Candra Naya.

Candra Naya juga pernah menjadi lokasi kuliah mahasiswa Universitas Tarumanagara, dan menjadi tempat penyelenggaraan Indonesia Open atau pertandingan bulu tangkis tingkat internasional pertama di Indonesia.

Bagian samping Candra Naya yang difingsikan sebagai restoran.Kompas.com/Silvita Agmasari Bagian samping Candra Naya yang difingsikan sebagai restoran.

Saat ini Candra Naya termasuk dalam komplek hunian superblok PT Modernland Realty Tbk. Namun, Candra Naya berada di bawah supervisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Untuk masuk rumah tersebut gratis, tetapi tidak diperkenankan memotret dengan kamera beresolusi tinggi.

Lantas bagaimana Mayor China terakhir di Batavia? Nasib Khouw ternyata tidak begitu baik di ujung usia. Kala Jepang masuk ke Indonesia, Khouw ditahan di kamp konsentrasi dan meninggal di sana pada 13 Februari 1945.

Makamnya dapat ditemui di komplek makam Petamburan. Di sana dikuburkan keluarga Khouw, termasuk O.G. Khouw, sepupu Khouw Kim An yang terkenal sebagai pengusaha dan filantropis ternama. Makam O.G. Khouw disebut sebagai makam dengan mausoleum (pelindung makam) paling megah di Asia Tenggara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com