Namun saya menolak. Dugaan saya, sengaja dibuat agak tawar, agar ketika dibalur kuah dari ikan atau menu lain rasanya akan pas di lidah.
Begitu dicoba, ternyata dugaan saya benar, begitu semur jengkol dibalur dengan sayur rebus, plus ikan sakab digulai, rasa tawar itu hilang seketika. Cukup pas di lidah.
Uniknya lagi, seluruh menu itu diracik secara tradisional. Tanpa sentuhan teknologi modern seperti blender. “Digiling manual. Masih sangat manual. Ini kami pertahankan, karena menurut banyak orang, bumbu digiling manual itu, rasanya lebih enak,” kata Karim.
Muammar, salah seorang pengunjung mengamini pernyataan Karim. Dia mengakui kelebihan rumah makan itu terletak pada pilihan bumbu. Baginya, bumbu di rumah makan ini istimewa.
“Digiling pakai tangan, batu gilingan itu rasanya krispi. Agak kasar, tapi semua terasa pas di lidah,” katanya.
Tampaknya itu pula yang membuat pengunjung melabuhkan pilihan makan siang dan malam di rumah makan itu. Mereka singgah untuk mengisi lambung, menikmati bumbu tradisional.
Nah, Anda penasaran, silakan singgah ketika melintasi rute nasional Medan-Banda Aceh. Selamat mencoba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.